RAJA muda Persia, Yazdjard, yang terkenal ambisius, bertekad merebut kembali wilayah Irak dari tangan kaum muslim. Dari pangkalan militernya di Holwan, ia mengirimkan tentara yang tangguh untuk menghancurkan kaum muslimin.
Sa’ad bin Abi Waqqash, sahabat Rasulullah yang waktu itu menjabat sebagai gubernur Irak, melakukan longmarch dari Madinah bersama sejumlah tentara yang tidak terlalu banyak.
Kedua, kekuatan bertemu di Jalula dan pertempuran berjalan beberapa hari. Tetapi setelah itu, hari yang menentukan tiba.
BACA JUGA: Hanya Bahu Kambing, Harta Kita yang Sesungguhnya
Awan debu memenuhi langit Jalula, pedang berkilauan, tombak-tombak beterbangan kian kemari, dan dari seluruh arah medan Jalula terdengar dencing senjata.
Akhirnya semangat pasukan Persia semakin menyusut. Mereka melarikan diri dari medan perang.
Harta rampasan perang yang melimpah memenuhi kamp tentara muslim. Dan jumlah rampasan yang sama dikirim ke khalifah Umar di Madinah.
Kemenangan di Jalula membangkitkan kegembiraan di kalangan kaum muslimin Madinah. Beberapa tokoh senior Madinah menemui khalifah untuk mengucapkan selamat.
BACA JUGA: Hukuman bagi Kelompok Muharibin, Pembunuh dan Perampas Harta
Namun mereka mendapatkan Umar tengah menangisi harta rampasan Jalula yang menumpuk di depannya. Para tokoh senior itu heran melihat kesedihan Umar pada hari kemenangan itu dan mereka menanyakan penyebab tangisnya.
Umar mendongakkan kepala, kedua matanya masih sembap, dan dengan suara parau ia berkata, “Dalam harta rampasan ini aku melihat bibit-bibit kehancuran umatku di masa yang akan datang.” []
Sumber: History of Saracens/karya Hirak Har