DALAM bahasa agama kita, perusak agama sering disebut sebagai fitnah. Ada dua fitnah yang bisa merusak agama kita, yaitu:
- Fitnah syahwat
- Fitnah syubhat
Fitnah syubhat adalah yang bisa jadi perusak agama. Yang dulunya cinta Sunnah dan tauhid, menjadi benci Sunnah dan tauhid. Ini terjadi karena pengaruh fitnah syubhat.
BACA JUGA: Jawaban bagi Orang yang Berpandangan Semua Agama Sama Saja
Syubhat akan membuat seseorang berada dalam lingkaran setan, sementara dia tidak sadar. Bahkan bisa sampai dia menyangka berada dalam kebenaran, padahal dia sedang tenggelam dalam kesesatan, sekaligus perusak agama.
Fitnah inilah yang disinggung dalam firman Allah Ta’ala,
أَفَمَن كَانَ عَلَىٰ بَيِّنَةٍ مِّن رَّبِّهِ كَمَن زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ وَاتَّبَعُوا أَهْوَاءَهُم
“Maka apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Rabbnya sama dengan orang yang (setan) menjadikan dia memandang baik perbuatannya yang buruk itu dan mengikuti hawa nafsunya?” (QS. Muhammad: 14)
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّـهِ زُلْفَىٰ إِنَّ اللَّـهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ
“Orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah beralasan, “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya.” (QS. Az-Zumar: 3)
Sebabnya apa? Bermudah-mudahan dengan buku-buku dan ceramah-ceramah para penyebar kesesatan atau kebid’ahan.
Fitnah syahwat adalah perbuatan-perbuatan maksiat. Melihat yang haram, berdusta, ghibah, memfitnah, dengki, mengadudomba, berjudi, dan seluruh maksiat. Semua ini bersumber dari fitnah syahwat, hingga tanpa disadarinya ia menjadi perusak agama.
Orang yang syahwatnya menjadi pemimpin di setiap gerak geriknya, akan susah untuk menyerap ilmu. Karena dosa-dosa akan mempergelap hati, sehingga hati menjadi tempat yang lusuh, kotor, dan tidak nyaman untuk ditinggali ilmu.
Allah Ta’ala berfirman,
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.” (QS. Al-Muthaffifin: 14)
Makna ayat di atas diterangkan dalam hadits berikut.
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda,
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِى قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَ اللَّهُ ( كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ
مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ) »
“Apabila seorang hamba melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila dia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila dia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan dengan “ar-raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’” (HR. Tirmidzi)
Antara dua fitnah di atas, fitnah syubhat lebih besar pengaruhnya dalam merusak agama daripada fitnah syahwat. Karena hati yang rusak oleh fitnah syubhat, akan susah bertaubat. Bahkan seringkali mengira bahwa dia berada di atas kebenaran.
Adapun fitnah syahwat, seseorang akan lebih mudah bertaubat dari fitnah syahwat. Karena hati nuraninya akan menyadarkan bahwa yang dia lakukan adalah salah.
Iblis lebih semangat menyesatkan manusia melalui pintu syubhat daripada pintu syahwat. Karena kegelapan syubhat berpeluang lebih bisa langgeng mempergelap hati sampai dibawa mati, daripada kegelapan syahwat.
Saat kita dihadapkan oleh kedua fitnah di atas, sikap yang benar bukan menantang fitnah. Bukan “petantang-petenteng” penuh percaya diri melawan fitnah. Sikap yang benar adalah menjauh, sejauh-jauhnya. Karena dua hal inilah yang akan merusak agama seorang.
Seorang yang bijaksana, akan menyadari betapa berharganya iman dan agama yang ada dalam jiwanya. Ia akan menjauhkannya dari segala hal yang bisa membuatnya menjadi seorang perusak agama. Seperti seseorang yang menyadari berharganya emas, dia akan jauhkan dari segala hal yang bisa membuatnya rusak atau raib dari dirinya.
Tidak mungkin ada orang berakal yang menyimpan emas di emperan rumah yang bisa diakses oleh siapa pun. Hal ini karena dia tahu nilai emas. Berbeda jika seorang menggap emas ini nilainya sama dengan tembaga.
Agama lebih berharga daripada emas. Bahkan harta yang paling berharga yang pernah dimiliki manusia. Emas hanya bisa membeli dunia. Sementara iman dan agama, adalah kunci untuk mendapatkan surga yang sangat nikmat.
BACA JUGA: Benarkah Tidak Boleh Menggunakan Akal dalam Beragama?
Ibnul Jauzi rahimahullah menasihatkan,
“Siapa yang dekat-dekat dengan fitnah, maka dia akan jauh dari keselamatan. Siapa yang mengklaim dirinya akan sabar dengan fitnah itu, maka Allah akan bebankan klaimnya itu pada dirinya.” (A’dzabul Khowatir Mukhtasor Shoidul Khotir, hal. 13)
Beliau melanjutkan, “Hati-hati terperdaya dengan tekad Anda meninggalkan hawa nafsu. Namun Anda masih berdekat-dekat dengan fitnah. Karena hawa nafsu itu mempunyai banyak tipu muslihat.” (A’dzabul Khowatir Mukhtasor Shoidul Khotir, hal. 13 – 14). []
SUMBER: MUSLIM