YANGON— Sikap Perserikatan Bangsa-Bangsa atas pembantaian etnis minoritas muslim Rohingya dipertanyakan. Sebab, mereka dianggap membiarkan ancaman penindasan kepada orang-orang Rohingya.
Mayoritas penduduk dan pemerintah Myanmar, justru malah menutupi pangkal masalah.
Dalam sebuah laporan PBB, mantan pimpinan perwakilan lembaga itu di Myanmar justru berusaha menutupi potensi konflik terhadap etnis Rohingya.
Mereka juga mempersulit relawan hak asasi manusia hendak menuju Negara Bagian Rakhine, yang merupakan pusat persekusi terhadap etnis Rohingya.
Empat tahun sebelum meletup persekusi, kepala Tim Negara PBB (UNCT) di Myanmar, Renata Lok Dessallien, selalu melarang relawan HAM mengunjungi daerah Rohingya dengan bermacam alasan. sumber dilansir dari laman BBC, Sabtu (30/9/2017) kemarin.
Kepala Tim Negara PBB (UNCT) di Myanmar, Renata Lok Dessallien, selalu menolak membahas masalah Rohingya dalam diskusi publik, dan mengusir anak buahnya yang melaporkan ada gejala militer dan warga sipil Myanmar melakukan pembantaian etnis.
Seorang relawan HAM pernah mendampingi Dessallien, Caroline Vandenabeele, sudah melihat gelagat permusuhan dari warga mayoritas Buddha Myanmar terhadap etnis Rohingya.
“Saya sempat bincang-bincang dengan sejumlah orang asing di Myanmar dan orang-orang kaya setempat.
Ketika membicarakan soal Rakhine dan Rohingya, salah satu warga Myanmar mengatakan, ‘sebaiknya orang Rohingya dihabisi karena mereka seperti binatang,” ujar Caroline.
Hingga kini diperkirakan sudah 500 ribu warga Rohingya mengungsi ke perbatasan Bangladesh.
Mereka terpaksa karena demi menghindari pembantaian dilakukan militer dan umat Buddha garis keras Myanmar
Banyak laporan soal pembantaian, pemerkosaan, hingga pembakaran kampung orang Rohingya dilakukan atas restu pemerintah Myanmar.[]