Oleh: Muhamad Afif Sholahudin
Guru, Pengasuh Pondok Asy-Syabab, Bandung
muhammadafif2@gmail.com
SAATini sekolah-sekolah diperintahkan untuk tidak ada aktivitas, para murid diminta untuk melakukan proses belajar di rumah masing-masing. Aturan ini dilaksanakan atas dasar pencegahan virus Covid-19/Corona yang mulai bertambah parah, dari angka penderita hingga korban yang meninggal terus bertambah setiap harinya.
Ada hal penting yang harus diperhatikan dalam surat edaran masing-masing daerah atau institusi sekolah, bahwa proses belajar dilakukan dengan pengawasan dan bimbingan orang tua/wali siswa.
Banyak pelajaran yang kita dapat selama pembatasan aktivitas di luar rumah, di antaranya yang paling penting adalah pendekatan anak dengan orang tua semakin bertambah. Namun harus dsadari, kali ini berbeda dengan suasana yang biasa kita habiskan saat liburan.
Biasanya banyak orang tua mengisi liburan dengan kegiatan refreshing dan silaturahmi dengan kerabat, atau mengunjungi tempat yang dapat membuat buah hati senang. Berbeda dengan suasana libur kali ini, karena ananda diminta di rumah untuk belajar, tidak banyak bermain di luar, dan tidak ada kesempatan untuk mengunjungi tempat-tempat wisata manapun.
Lalu bagaimana mengisi masa libur buah hati di rumah dengan tidak menghilangkan suasana pembelajaran yang efektif sebagaimana di sekolah?
Jika bingung, berpikirlah ulang, apa mungkin selama ini kita selalu mempercayakan pendidikan anak hanya di sekolah saja? Jika benar, saat ini adalah waktu yang baik untuk memperbaiki mindset para orang tua bahwa pendidikan anak tidak cukup hanya mengandalkan sepenuhnya terbentuk di sekolah.
Terkadang para guru pun tidak bisa sepenuhnya merubah anak anda menjadi yang terbaik, meskipun usaha yang dilakukan sudah maksimal. Minimal membuatnya menjadi lebih baik, disamping memaksakan sesuatu kepada anak didik pun tidak sepenuhnya baik. Perasaan ini mungkin hasil curahan dari sebagian guru, termasuk saya.
Namun perasaan untuk membentuk generasi terbaik tetap ada, karena itu ada peran wajib guru yang membina di lingkungan sekolah, selain memang ada peran orang tua yang membimbing di lingkungan rumah.
Aspek terpenting yang bagi saya harus ditumbuhkan oleh orang tua kepada anaknya adalah keteladanan dan kepedulian, khususnya pembinaan agama bagi buah hati anda. Biasanya ada dua faktor yang membuat anak terhambat berkembang, kurangnya pengalaman dan keteladanan.
Pengalaman bisa dibentuk dengan banyak melakukan sesuatu, mempelajari ilmu baru, dan sering mencoba hal baru. Namun ada beberapa aktivitas yang butuh keteladanan sebagai kunci kematangan suatu ilmu yang sudah dipelajari.
Anggap saja di sekolah sudah diajarkan bagaimana belajar membaca Iqro atau Al-Quran. setiap hari diulang, dilatih, dan dites sesuai targetan. Selepas dari sekolah Ananda merasa puas mendapatkan perkembangan menguasai ilmu baru. Sesaat di rumah sayangnya kemampuan itu tidak diapresiasi oleh orang tua, bahkan ditanyakan pun tidak.
Walaupun selepas sekolah sebagian anak disekolahkan di madrasah di dekat rumahnya, tetap peran orang tua bagi perkembangan ilmu anaknya tidak berbekas. Wajarlah jika anak bertanya dalam pikirnya, “Untuk apa aku belajar ilmu yang aku tidak butuh sebagaimana orang tua ku tidak membutuhkannya?”
Anggap saja di sekolahnya sudah diajarkan akhlak yang baik, etika yang sesuai sunnah, dan penampilan yang sopan. Ucapannya selalu dijaga dengan perkataan baik, jilbabnya bagi perempuan selalu dipakai, dan sebagainya. Bisakah orang tua menjaga lingkungan yang sudah nyaman tadi dibawa ke dalam rumah Anda? Jika belum maka berikan teladan yang baik, bukan sebaliknya yang bertolak dari yang diajarkan di sekolah.
Saat anaknya menghafal surat-surat pendek, orang tuanya lebih suka menghafal lagu-lagu barat. Saat di sekolah diajarkan kebaikan menutup aurat, di rumah orang tuanya lebih memilih pakaian yang terbuka auratnya. Baiknya ubah kebiasaan kita sebagaimana berharap mereka mencontoh yang baik dari kita.
Wahai ayah bunda yang terhormat, guru-guru Ananda di sekolah hanyalah teladan selama mereka beraktivitas di sekolah, sedangkan sosok yang selalu dihargai sampai akhir hayatnya adalah orang tuanya. Ilmu yang diajarkan oleh guru sampai kepada anak didik terbatas oleh waktu dan tempat sekolah, sedangkan sosok orang tua tidak pernah terlupa.
Itulah mengapa Rasul SAW berpesan, “Al-Umm Madrosaltul Ula.” Ummi/ibu adalah madrosah pertama. Karena yang pertama adalah yang paling berharga dalam sebuah proses.
Maka alangkah baiknya mengisi waktu liburan ini dengan menjadi teladan baik bagi anaknya, khususnya teladan dalam mengajarkan tauhid, ibadah, dan akhlak. Baik jika kita ceritakan bagaimana sikap akidah seorang muslim menghadapi corona bagi anak. Mengapa tidak? Jangan sampai kekhawatiran terbayang di benaknya, namun solusi untuk menghindarinya hanya sekedar kita takut mati yang sudah menjadi qadha Allah SWT.
Justru langkah terbaik menanamkan keberanian bagi Ananda adalah dengan menanamkan akidah yang kokoh, bahwa seberat apapun wabah yang dihadapi ada Allah yang Maha Pelindung. Justru yang harus ditakuti adalah saat dimana kita jauh dari Allah, rasa paranoid menyelimuti karena khawatir jika meninggal dalam keadaan tidak diridhai oleh Allah SWT.
Adakah kita para orang tua sudah menjelaskan hakikat rukun Islam dan rukun iman kepada anak-anak kita? Jujur saja, sewaktu saya kecil menerima penjelasan tentang ilmu itu dari guru di sekolah akan terasa berbeda dengan penjelasan yang disampaikan oleh orang tua sendiri. Mengapa? Perasaan peduli muncul, karena di hadapannya yang menjelaskan adalah orang tua. Sosok yang peduli anaknya seumur hidup, berbeda dengan guru yang (mungkin) hanya peduli sampai Ananda lulus saja. Sebab ada banyak anak didik yang harus dipikirkan, berganti tahun berganti pula angkatan.
Saat-saat ini adalah waktu yang cocok menjadi teladan bagi buah hati. Bersama sambil membimbing pembelajaran, sambil membersamai dalam aktivitas ibadah. Isi liburan dengan banyak membaca Al-Quran bersama, tadarus dan muroja’ah bersama, menambah hafalan bersama, sholat berjama’ah, dsb. Bukankah kita selalu lihat anak kita bahagia saat makan bersama? Ya, sebab kebahagiaan makan tersalurkan dari orang tua kepada anaknya. Maukah anda melihat anak khusyu’ sholat, rajin membaca Al-Quran, dan amalan lainnya? Maka lakukan itu bersama buah hati anda.
Duhai ayah bunda, jangan sampai penyesalan datang saat Ananda berubah seiring bertemu fase kedewasaannya. Suatu saat mereka sudah mulai dapat berfikir, bisa menimbang keseriusan kita orang tua membina mereka.
Dapatkah mereka serius menjadi anak yang berbakti jika kita tidak pernah peduli membinanya sejak kecil?
Berharap anak yang sholeh/ah, rajin baca quran, tidak pernah salah pergaulan, dsb. Lalu siapa sosok yang bisa mereka pegang sampai tua jika orang tua mereka sendiri tidak serius mengharapkan demikian disaat mereka kecil terbina di rumahnya.
Terakhir, pertanyaan mendasar bagi ayah bunda saat membina anaknya, baik di sekolah maupun di rumah. Apa visi yang hendak dibangun bagi keluarga kelak di masa depan? Visi dunia atau visi akhirat? Seharusnya wabah ini menyadarkan kita hakikat makhluk yang lemah dan tidak berdaya. Membangun keluarga yang dilandasi katakwaan kepada Allah SWT. Menjalani hari-hari dengan penuh tawakkal, yakni kepasrahan dibarengi ikhtiar yang sesuai koridor agama.
Semoga Allah memberikan perlindungan bagi kita semua, dijauhkan dari segala marabahaya dan takdir yang tidak kita harapkan. insyaAllah setiap musibah adalah ujian yang menuntut kita harus lebih banyak bertaubat dan berubah. Gunakan kacamata hikmah dalam menilai sesuatu, segala kejadian yang menimpa adalah untuk kebaikan kita semua. InsyaAllah, Wallahu a’lam bi Showab. []
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi di luar tanggung jawab redaksi.