SESAMPAINYA Rasulullah SAW di tanah hijrah Yatsrib (al-Madinah al-Munawwarah), beliau meninggalkan pesan-pesan yang sarat dengan nilai syariat yang menyejukkan hati dan menentramkan jiwa.
Dalam catatan sirah nabawiyah beliau saat itu dalam kejaran dan ancaman pembunuhan yang dilakukan para kufar sementara penduduk Madinah siap membela beliau dan kuasa memberikan suaka politik kepada beliau yang terancam jiwa raganya, karena mereka telah berikrar dalam bai’at al-‘Aqobah. Mungkin dalam logika para politisi modern beliau meminta suaka politik tersebut dan menuntut pembelaan militer demi keselamatan diri beliau.
BACA JUGA: 4 Tingkatan Menyambung Silaturahim Menurut Ulama
Ternyata yang terjadi tidak demikian, justru beliau meminta kepada warga Madinah yang majemuk itu agar mereka saling dekat dan komitmen dengan moralitas sosial, hidup bersama secara harmonis dan penuh kasih sayang. Namun juga tidak melupakan hubungan dekat mereka dengan Sang Pencipta Robbul ‘alamin.
Abdullah bin Salam meriwayatkan: Pesan pertama kali aku dengar dari Rasulullah SAW (sesampainya di Madinah) adalah sabda beliau: “Sebarkan salam, berikan makan (kepada yang membutuhkan), bersilaturahimlah, lakukan shalat malam hari saat orang-orang tidur nyenyak.”
Rasulullah SAW yakin bahwa silaturahim adalah kunci wujudnya persatuan dan kesatuan masyarakat yang majemuk di Madinah. Karenanya beliau meniggalkan pesan monumental ini kepada umatnya menuju perbaikan negara dan kesatuan bangsa.
Silaturahim Rahmah dan ar-Rahman
Silaturahim memiliki nilai dan kedudukan yang sangat tinggi dari Allah SWT, seperti yang dijelaskanNya dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan Abdur-Rahman bin auf dari Rasulullah SAW bersabda: “Allah SWT berfirman: “Aku adalah Allah, Aku ar-Rahman, Aku ciptakan ar-rahim, dari kata itu berasal salah satu namaKu. Barangsiapa yang menyambung rahim itu (silaturahim) maka Aku akan menyambungnya, tetapi siapa yang memutuskan rahim itu (silaturahim) maka Aku akan memutuskannya.” (HR Abu Daud dan Tirmizi, hadits hasan)
Dari satu riwayat wahyu ini saja sudah cukup untuk menegaskan nilai dan kedudukan silaturahim, karena ternyata silaturahim terambil dari salah satu asma’ dan sifat Allah ar-Rahman. Hal itu sekaligus menunujukkan bahwa silaturahim efektif dan terencana akan memunculkan rasa kasih dan saying, yang pada gilirannya mewujudkan kesatuan hati dan kesamaan langkah-langkah dalam perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan menuju masyarakat dan bangsa sejahtera.
Lebih jauh lagi silaturahim sebenarnya merupakan kewajiban agama, bahkan memutuskan hubungan silaturahim bisa jatuh kepada dosa besar, karena banyak pesan-pesan wahyu yang bernuansa ancaman dan peringatan keras terhadap orang-orang yang memutuskan hubungan silaturahim.
BACA JUGA: Silaturahim yang Sering Terlupa
Abu Hurairah r.a meriwayatkan hadits Nabi Muhammad saw bersabda: “Sesungguhnya Allah menciptakan makhlukNya, sampai selesai penciptaanNya itu, Rahim berdiri seraya berkata: “Ini adalah tempat orang yang berlindung dari memutuskan (silaturahim)”. Dia (Allah) berfirman: “Ya, bukankah kau rela jika Aku menyambung orang yang menyambungmu (silaturahim), dan Aku memutuskan orang yang memutuskanmu wahai Rahim”. Rahim berkata: “Ya aku rela itu”. Allah pun berifrman lagi: “Itu adalah hakmu”. Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Jika kalian berkehendak bacalah ayat (QS Muhammad: 22): “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan silaturahim.” (H.R. Bukhari Muslim). []
SUMBER: IKADI