“BAGI setiap umat ada orang kepercayaannya, dan orang kepercayaan dari umat ini Adalah Abu Ubaidah ibn Jarrah.” (Nabi Muhammad SAW).
Wajahnya bersih lagi elok, pandangan matanya mempesona, tubuhnya kurus tinggi, kulit pipinya tipis, menyenangkan bagi yang melihatnya dan menentramkan hati yang menjumpainya. Di samping itu dia lemah lembut dalam pergaulan, sangat rendah hati, sangat pula rasa malunya. Namun bila keadaan genting dan membutuhkan perhatian sungguh-sungguh, dia menjadi seekor singa nan garang. Dia laksana mata pedang yang berkilat-kilat karena ketajamannya. Dia adalah orang yang terpercaya dari umat Muhammad, yaitu Abu Ubaidah ibn Jarrah. Orang-orang biasa memanggilnya Abu al-Jarrah.
Waktu itu Abu Ubaidah berada di Syam tengah memimpin kaum Muslimin dengan hasil kemenangan yang satu ke kemenangan yang lain. Allah akhirnya memberinya kekuasaan atas seluruh Syam sampai wilayah Furat bagian timur serta Turki bagian utara.
BACA JUGA: Sebelum Wafat, Khalifah Umar Sampaikan Empat Pesan Terakhir Ini
Negeri Syam sedang dilanda wabah sampar yang ganas. Rakyat belum pernah mengalami wabah sampai yang separah itu, yang menelan korban jiwa tidak sedikit. Umar ibn Khaththab menulis surat kepada Abu Ubaidah sebagai berikut: “Aku punya keperluan yang tidak boleh tidak kecuali Anda yang harus mendampingi di sini. Bila surat ini sampai pada malam hari, kuharap Anda berangkat tanpa menanti pagi. Dan bila surat ini sampai pada siang hari, janganlah menunda hingga malam tiba.”
Menerima surat perintah ini Abu Ubaidah memberikan balasan: “Wahai Amirul Mukminin, aku telah memahami keperluan Anda. Tetapi aku sedang berada di tengah-tengah kaum Muslimin yang sedang ditimpa malapetaka di Syam ini, dan tidak patut aku menyelamatkan diri sendiri. Aku tidak mau meninggalkan mereka sampai Allah menetapkan takdir-Nya atas diriku dan mereka. Bila surat ini telah sampai di tangan Anda, bebaskanlah aku dari perintah Anda dan izinkanlah aku tetap tinggal di sini.”
Setelah membaca surat tersebut, Umar ibn Khaththab menangis tersedu-sedu sampai orang-orang yang ada di sekelilingnya bertanya gugup, “Apakah Abu Ubaidah wafat, Amirul Mukminin?”
“Tidak,” jawab Umar, “tetapi kematian itu dekat kepadanya.”
Dugaan Umar tidak meleset. Tak lama kemudian Abu Ubaidah tertular penyakit sampar sampai merenggut nyawanya. Sebelum menghembuskan nafas terakhir dia berpesan kepada seluruh pasukannya, “Saudara-saudara, aku ingin meninggalkan pesan yang bila kalian mengikutinya niscaya akan selalu dalam keadaan baik.
Pertama, laksanakanlah shalat lima waktu.
Kedua, berpuasalah pada bulan Ramadhan.
Ketiga, lakukanlah ibadah haji.
Keempat, berumrahlah.
Kelima, saling berwasiatlah satu dengan yang lain.
Keenam, patuhlah kepada pimpinan. Jangan menghianati mereka.
BACA JUGA: Pesan Terakhir Umar untuk Ummat Islam
Ketujuh, jangan terperdaya oleh dunia. Sesungguhnya andai ada manusia yang hidup sampai usia seribu tahun, dia tetap akan menemui kematian seperti yang kalian saksikan ini.”
Sejenak kemudian Abu Ubaidah berpaling kepada Mu’adz ibn Jabal. Abu Ubaidah berkata, “Wahai Mu’adz, pimpinlah kaum Muslimin dalam shalat mereka.”
Lalu keluarlah ruh suci Abu Ubaidah dari tubuhnya. Mua’dz segera berdiri dan berkata, “Wahai saudara-saudara, kalian telah dikejutkan oleh kematian seseorang, yang demi Allah aku belum pernah melihat orang yang seperti dia. Dia baik, jauh dari kedengkian dan kejahatan hati, lebih mencintai akhir kehiduparmya, dan tulus mengabdikan diri demi kepentingan umum. Mohonkanlah ampunan dan rahmat kepada Allah untuknya, semoga Allah mengasihi kalian….” []
Sumber: Sosok Para Sahabat Nabi/ Penulis: Dr. Abdurrahman Raf’at al-Basya/ Penerbit: Qisthi Press/ 2017