Oleh: dr. H. Monte Selvanus, MMR
MPKU PDM Kebumen
وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِى ٱلْأَرْضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِى كِتَٰبٍ مُّبِينٍ
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh)” (QS Hud: 6)
PHK. Istilah ini, menjadi semakin sering diucapkan akhir-akhir ini. Di kala pandemi yang tak kunjung usai, ekonomi tengah terpuruk, sepi job, sepi orderan; maka manajemen memutuskan pilihan terberat dengan merumahkan sebagian karyawannya, mengatur jadwal kehadiran pegawai tanpa batas waktu yang ditentukan dan lain-lain; yang intinya adalah pemutusan hubungan kerja.
Menarik saya amati sebuah instansi yang dikelola seorang rekan saya di dalam melewati masa pandemi ini. Ia tidak menyentuh sedikitpun pegawai-pegawainya. Tidak ada satu pegawainya pun yang ia rumahkan atau yang ia berhentikan. Tidak ada pegawainya yang dipotong gajinya. Pendek kata semua berjalan seperti biasa. Padahal sedang sepi order, konsumennya pun berkurang hingga 60% dari bulan-bulan biasanya. Sedangkan gaji pegawai adalah fixed cost, yang harus dikeluarkan setiap bulan. Darimana ia dapat dana?
“Cara pola pikir kapitalis ini yang mesti kita rubah, cara pandang kapitalis itu hanya untung dan rugi, you jadi beban saya, saya mesti bayar, dan saya rugi,” katanya. “Nah sekarang coba bayangkan, bahwa saat ini kita sedang mendapat amanah dari Allah untuk menyalurkan rezeki kepada karyawan-karyawan kita. Mereka yang datang ke mari pasti ada yang menggerakkan, dan yang menggerakkan tentunya telah menjamin rezeki dari yang digerakkan. Begitu kan?
“Simpelnya, semua orang sudah Allah jamin rezekinya, hidupnya bahkan matinya. Nah kita ini dititipi Allah, guna menyalurkan rezeki dari-Nya. Masak kita malah berfikir bahwa dengan adanya karyawan, rezeki kita akan jadi seret. Justru dengan adanya karyawan rezeki kita menjadi lebih dimudahkan. Coba kalau karyawan kita pergi, ya rezekinya yang ada di sini juga ikut pergi bersama dengannya, dan Allah titipkan rezekinya ke tempat lain.”
“Kalau sepi job begini,” saya bertanya, “Lantas omzet perusahaan datang dari mana pak? Tentunya tidak akan mencukupi anggaran belanja dan operasional kan?”
“Nah di sinilah peran penting seorang top manajemen. Dia yang mestinya memutar otak supaya jobs kembali jalan. Evaluasi kinerja selama ini, jangan-jangan ada hal terlewat yang belum dikerjakan. Misalnya menanyakan konsumen sesudah menggunakan produk kita, giat promosi di media sosial dan lainnya. Jadikan karyawan sebagai marketer kita.
“Kalau kantor sepi job, ya saatnya turun ke lapangan. Ternyata dengan perubahan kerja sedikit saja, omzet bisa naik lagi meskipun tidak naik seratus persen. Intinya berdaya upayakan karyawan kita, rubah pola kerja yang biasa, sentuh sisi-sisi yang belum terjamah selama ini. Kalau kita sungguh-sungguh pasti dapat kok apa yang butuhkan. Man jadda wa jadda. Kalau jadi manajer cuma bisanya mecat karyawan, anak lulus SD juga bisa itu.”
“Lalu apakah pendapatan saat ini sudah mencukupi gaji pegawai dan operasional Pak?”
“Ya mencukupi, sekalipun laba menurun 3 bulan ini, itu nggak apa-apa. Toh semuanya juga dari Allah, kalau kita benar menjalankan amanah, pasti Allah kasih lagi tambahan amanah itu. Ingat karyawan itu banyak yang jadi ujung tombak keluarga dan mereka berharap bulan depan masih bisa dapat gaji dan bisa menghidupi anak istri. Coba kalau di PHK? Kita nggak sekedar melukai satu orang pegawai lho, tapi juga melukai seluruh keluarganya yang tengah menanti penghasilan dari bapak atau ibunya yang bekerja.”
MasyaAllah, inilah pola pikir rabbani yang menjadikan Allah sebagai tujuan dari segalanya. Pola pikir yang berkemajuan yang bisa melihat dimensi lain dari sekedar materi semata-mata. Ada nilai-nilai taawun di sana, ada nilai-nilai sosial yang diterapkan, sehingga tidak melihat pegawai atau karyawan semata-mata hanyalah aset atau barang, yang jika sudah tidak bernilai lantas dirumahkan begitu saja.
Sangat boleh jadi, di saat pandemi seperti saat ini ada doa-doa yang dipanjatkan oleh karyawan-karyawan kita yang memohon belas kasih Allah supaya instansinya bisa tetap bertahan. Dan kita pun tidak tahu, dari lisan yang mana Allah kabulkan doa-doa tersebut.
Semestinya pola pikir rabbani semacam ini yang harus menjadi mindset para pimpinan instansi. Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, maka sampaikanlah seluruh keluhan kepada Allah. Jangan takut Allah tidak akan mengabulkan doa kita, tetapi takutlah ketika kita lalai dari meminta kepada-Nya.
Janganlah meminta kepada manusia, tetapi senantiasa memintalah kepada Zat Yang Maha Luas Perbendaharaannya. Manusia jika diminta akan marah, sedangkan Allah akan marah jika kita tidak meminta kepada-Nya.
Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish showab. []