TERKADANG setiap orang pasti selalu berpikir tentang apa yang dia inginkan. Sehingga, tak sedikit orang yang kurang mensyukuri apa yang ada pada dirinya. Dia merasa tidak pernah puas atas apa yang telah dimiliki. Padahal, sebaiknya jangan kita memikirkan apa yang diinginkan tapi, pikirkan apa yang telah dimiliki.
Ada sebuah cara yang sangat efektif untuk dapat mengembangkan rasa syukur. Cobalah ambil sebuah kertas dan tuliskan semua hal yang Anda miliki dalam hidup ini. Mulailah dari hal-hal yang paling dekat dengan diri Anda, yaitu tubuh Anda sendiri.
Bukankah Anda memiliki tubuh yang lengkap, yang sempurna, yang sehat? Bukankah panca indera Anda semuanya berfungsi dengan baik? Bukankah kita telah dikaruniai oleh Allah mata yang sehat, membedakan segala macam warna, dan menikmati bunga-bunga yang indah? Bukankah kita memiliki pendengaran yang luar biasa hebat, yang dapat mengenali 1001 macam suara yang berbeda-beda, yang dapat menikmati berbagai musik yang indah? Bukankah kita dapat bernafas dengan mudah, serta menghirup dan menikmati berbagai udara segar di sekitar kita?
Seluruh tubuh kita adalah anugerah. Semua tubuh kita adalah bukti betapa besarnya cinta Allah SWT kepada kita. Allah menciptakan tubuh kita dengan begitu rapi, sempurna. Allah menciptakan tubuh kita yang rumit dengan ketelitian dan kecanggihan yang luar biasa.
Ada sebuah syair yang sangat indah yang akan disampaikan di sini untuk melukiskan betapa bersyukurnya kita akan kenikmatan Allah yang tak terhingga. Syair ini ditulis oleh Sadi (dalam Perfume of The Desert, karya Andrew Harvey dan Eryk Hanut). Syair itu berbunyi seperti ini:
Bagaimana bisa aku berterima kasih, sahabatku?
Tak ada terima kasih yang cukup pantas.
Tiap rambut di tubuhku adalah anugerah dari-Nya
Bagaimana aku berterima kasih pada-Nya untuk setiap helai rambut?
Pujilah Tuhan Yang Maha Pemurah itu selamanya.
Yang dari ketiadaan memunculkan segala makhluk hidup!
Siapa bisa melukiskan semua kebaikan-Nya?
Keagungan tiada berhingga-Nya menjadikan segala pujian tak berguna.
Lihat, Dia menganugerahimu sebuah jubbah megah.
Dari tangisan pertama kanak-kanak hingga usia tua.
Dia menciptakanmu dalam kemurnian menurut citra-Nya sendiri; tetaplah murni
Sungguh mengerikan mati berlumur pekatnya dosa.
Jangan biarkan debu menghuni kilau cerminmu.
Sekali dibiarkan kusam, maka takkan ia pernah mengilap.
Ketika bekerja di dunia untuk mencari nafkahmu, jangan sekalipun bersandar pada kekuatanmu sendiri.
Pemuja-diri belum juakah kau mengerti sedikit pun?
Hanya Tuhan sendiri yang memberi kekuatan bagi tanganmu.
Jika berkat daya upayamu, kau capai sesuatu yang bagus, jangan menganggap semua karena dirimu sendiri.
Nasiblah yang menggariskan siapa menang siapa kalah
Dan smeua keberhasilan mengalir hanya dari kasih Tuhan.
Di dunia ini, kau tak berdiri dengan kekuatanmu sendiri.
Adalah Sang Tak Kasatmata yang senantiasa menopangmu.
Sekarang, cobalah Anda lanjutkan dengan menuliskan semua yang ada di luar Anda. Lihatlah betapa banyaknya anugerah Allah yang telah Dia berikan kepada kita. Kita memiliki orangtua yang menyayangi; kakak, adik dan saudara yang mengasihi; pasangan hidup dan anak-anak yang mencintai kita. Kita juga memiliki banyak kawan dan sahabat yang dapat membuat hari-hari kita menjadi lebih indah.
Tuliskan juga semua harta benda yang saat ini Anda miliki. Baik itu rumah, kendaraan, berbagai benda yang mempermudah hidup, uang dan tabungan serta makanan yang Anda miliki hari ini. Anda berkecukupan. Anda sudah memiliki segala yang dibutuhkan untuk hidup secara layak. Bukankah hal itu sudah dari cukup untuk membuat Anda bersyukur?
Hal-hal seperti ini mungkin terlihat begitu sederhana, tetapi inilah kebenaran sejati! Hal-hal seperti ini sudah ada di depan kita selama ini, tetapi kita sering lupa untuk melihatnya. Mengapa demikian? Ini menunjukkan bahwa kita sebenarnya tidaklah melihat dengan mata kita, tetapi dengan paradigm kita, dengan pikiran kita.
Masalahnya, pikiran kita sering dipenuhi oleh berbagai hal yang kita inginkan, bukan hal-hal yang telah kita miliki. Katakanlah, kita sudah mempunyai kendaraan yang bisa kita gunakan untuk berangkat ke kantor atau berekreasi bersama keluarga. Kita menikmati apa yang kita dapatkan dengan susah payah. Namun, tiba-tiba tetangga kita membeli sebuah mobil yang jauh lebih baik. Dan seketika itu pula kebahagiaan yang kita rasakan tadi lenyap. Sekarang, pikiran kita justru digelayuti oleh perasaan kurang, perasaan kalah karena kita tidak mampu membeli kendaraan sebagus tetangga kita.
Lantas, apakah kita tidak boleh memiliki keinginan? Tentu saja tidak. Sebagai makhluk fisik, kita tentu saja tidak akan dapat melepaskan diri dari keinginan. Bahkan, keinginan bisa berarti baik. Namun, kita perlu menjaga agar keinginan kita tidak sepenuhnya menguasai diri kita sehingga kita melupakan hal-hal yang kita miliki. Keinginan tentu boleh-boleh saja, tetapi mari kita fokuskan pikiran pada apa yang telah kita miliki. Ini penting agar kita selalu bahagia dan bersyukur setiap saat.
Sumber: The 7 Laws of Happiness/Karya: Arvan Pradiansyah/Penerbit: Kaifa