DARI Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah SAW menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan, “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani (nuthfah) selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah (‘alaqah) selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging (mudhgah) selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan diperintahkan untuk ditetapkan empat perkara, yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain-Nya. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga maka masuklah dia ke dalam surga.” (HR. Bukhari, no. 6594 dan Muslim, no. 2643)
BACA JUGA: 3 Amalan yang Bisa Mengubah Takdir dan Nasib Buruk
Ada empat hal yang harus diimani terkait takdir:
- Mengimani ilmu Allah yang ajali sebelum segala sesuatu itu ada. Di antaranya seseorang harus beriman bahwa amal perbuatannya telah diketahui (diilmui) oleh Allah sebelum dia melakukannya.
- Mengimani bahwa Allah telah menulis takdir di Lauhul Mahfuzh.
- Mengimani masyi’ah (kehendak Allah) bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah karena kehendak-Nya.
- Mengimani bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu. Allah adalah Pencipta satu-satunya dan selain-Nya adalah makhluk termasuk juga amalan manusia.
Dari Sahl bin Sa’ad, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda saat perang Khoibar, “Sungguh akan diberikan bendera (yang biasa dibawa oleh pemimpin pasukan, -pen) besok pada orang yang akan didatangkan kemenangan melalui tangannya di mana ia mencintai Allah dan Rasul-Nya, lalu Allah dan Rasul-Nya pun mencintai dirinya.” Lalu kemudian para sahabat bermalam dan mendiskusikan siapakah di antara mereka yang nanti akan diberi bendera tersebut. Tiba waktu pagi, mereka semua berharap-harap bisa mendapatkan benderaitu. Namun Rasulullah SAW malah bertanya, “Di mana ‘Ali?” Ada yang menjawab bahwa ‘Ali sedang sakit mata. (Lalu ‘Ali dibawa ke hadapan Nabi, -pen), lantas beliau mengusap kedua matanya dan mendo’akan kebaikan untuknya. Lantas ia pun sembuh seakan-akan tidak pernah sakit sebelumnya. Lantas bendera tersebut diberikan kepada ‘Alidan ia berkata, “Aku akan memerangi mereka hingga mereka bisa seperti kita.”
Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Jalanlah perlahan-lahan ke depan hinggakalian sampai di tengah-tengah mereka. Kemudian dakwahilah mereka pada Islam dan kabari mereka tentang perkara-perkara yang wajib. Demi Allah, sungguh jika Allah memberi hidayah pada seseorang lewat perantaraanmu, maka itu lebih baik dari unta merah.” (HR. Bukhari, no. 3009 dan Muslim, no. 2407).
Maka wajib beriman kepada takdir karena orang yang tidak berusaha, malah mendapatkan bendera. Sedangkan yang telah berharap dari awal malah tidak mendapatkannya.
Dari Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Yang dapat menolak takdir hanyalah doa. Yang dapat menambah umur hanyalah amalan kebaikan.” (HR. Tirmidzi, no. 2139).
Yang dimaksud doa bisa menolak takdir terdapat dua makna:
- Kalau seseorang tidak berdoa, maka takdirnya seperti itu saja.
- Kalau seseorang berdoa, takdir akan dijalani dengan mudah. Yang terjadi seakan-akan takdir yang jelek itu tertolak.
Coba renungkan terjemahan dari ayat berikut,
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan, “Hal di atas ‘Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu’; itu berlaku untuk semua perkara. Boleh jadi manusia menyukai sesuatu, padahal tidak ada kebaikan dan maslahat sama sekali di dalamnya.”
BACA JUGA: Rasa Takut Tak akan Bisa Hapuskan Takdir
Ibnu Katsir menyatakan lagi dalam kitab tafsirnya, “Allah yang mengetahui akhir sesuatu dari perkara kita. Allah yang mengabarkan nantinya mana yang maslahat untuk dunia dan akhirat kita. Maka lakukan dan patuhlah pada perintah-Nya, niscaya kita akan mendapatkan petunjuk.”
Dari Shuhaib, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim, no. 2999) []
SUMBER: REMAJAISLAM