KELOMPOK advokasi Muslim Pillars fund mengkampanyekan sebuah proyek baru terkait sorotan terhadap muslim di industri film. Mereka mengambil langkah untuk mengakhiri diskriminasi dan Islamofobia yang kerap menimpa aktor muslim dengan meluncurkan proyek tersebut.
Kelompok itu bekerja sama dengan The Walt Disney Company. Diumumkan pada Selasa, data base artis Muslim Pilar akan mencakup profil untuk aktor, sutradara, sinematografer, teknisi suara, dan profesional lain yang bekerja di industri film Amerika Serikat.
Sutradara, produser, dan eksekutif casting dapat mencari melalui profil di jaringan dan mengundang artis yang ingin diajak berkolaborasi.
“Muslim di seluruh negeri akan dapat memilih dan menunjukkan bakat mereka,” kata Pendiri Pillars Kashif Shaikh. Disney mendukung pembuatan data base dengan dana 20 ribu dolar Amerika.
We are excited to celebrate the launch of a new initiative: the Pillars Muslim Artist Database! pic.twitter.com/HHslhYuGnD
— Pillars Fund (@pillars_fund) November 9, 2021
Dilansir dari About Islam, Jumat (12/11/2021), langkah ini mengikuti studi penelitian sebelumnya yang dilakukan USC Annenberg Inclusion Initiative yang berjudul Missing & Maligned: The Reality of Muslims in Popular Global Movies. Mereka menemukan adanya kelangkaan Muslim yang digambar dalam film populer dan sering kali karakter Muslim mendapat stereotip yang berbahaya.
Peneliti USC memeriksa 200 film populer dari AS, Inggris, Australia, dan Selandia Baru dari tahun 2017 hingga 2019. Mereka menemukan hanya enam yang memiliki seorang Muslim sebagai pemeran utama dan hanya satu yang perempuan. Dari hampir 9.000 bagian yang berbicara, kurang dari dua persen adalah Muslim.
Awal tahun ini, Pillars Fund meluncurkan Pillars Artist Fellowship. Program ini mendapatkan hibah 25 ribu dolar Amerika dalam bentuk uang tunai tanpa batas bersama dengan bimbingan dari selebriti seperti Riz Ahmed, Hasan Minhaj, Mahershala Ali dan Nida Manzoor.
“Komunitas kami sebagian besar telah hilang dari belakang dan di depan layar selama beberapa dekade. Ini tidak hanya menyebabkan kesalahan representasi yang mengerikan tentang Muslim, tetapi ada seluruh demografis seniman berbakat yang kurang dimanfaatkan,” ujar Shaikh.
Shaikh menyebut pihaknya berterima kasih kepada Disney karena telah bekerja sama dalam sumber daya yang penting. “Kami membuatnya lebih mudah dari sebelumnya untuk menemukan profesional Muslim yang bisa bekerja pada proyek film atau televisi,” tambahnya.
BACA JUGA: Pertama Kalinya, Australia Helat Festival Film Muslim
Dilansir dari TRT, Pillars Fund yang berbasis di Chichago telah terlibat dalam penggambaran Muslim di layar bersama dengan University of Southern California (USC) Annenberg Inklusi Initiative dan lain-lain. Berjudul ‘Missing & Maligned: The Reality of Muslims in Popular Global Movies’, studi inovatif ini mengungkapkan sejauh mana karakter Muslim hilang atau digambarkan secara negatif di 200 film yang dirilis antara 2017 dan 2019 di AS, Inggris, Australia, dan Selandia Baru.
Kurang dari 10 persen dari mereka menunjukkan karakter Muslim di layar, dan dari 8.965 karakter berbicara yang dianalisis, hanya 1,6 persen adalah Muslim. Sementara itu, kurang dari 24 persen karakter Muslim adalah perempuan. 181 dari 200 film (90,5 persen) bahkan tidak menampilkan karakter Muslim. Hanya enam film yang menampilkan karakter Muslim dalam peran utama solo, duo, atau ansambel.
Muslim juga terkungkung oleh periode waktu latar film, dengan lebih dari 60 persen karakter Muslim primer dan sekunder muncul di masa lalu yang bersejarah, fantastik, atau baru-baru ini. Dan ketika Muslim – komunitas yang beragam secara ras dan etnis – dipilih, mereka cenderung diprofilkan secara rasial, dengan kira-kira dua pertiga karakter Muslim diperankan oleh orang Timur Tengah/Afrika Utara. Hal ini juga berlaku untuk lokasi setting film untuk karakter Muslim, dengan 46 persen penggambaran Muslim berakar di wilayah MENA.
Dalam hal penggambaran karakter, hampir 40 persen karakter Muslim primer dan sekunder adalah pelaku kekerasan, sementara lebih dari 53 persen menjadi target kekerasan.
Lebih jauh lagi, Muslim sering dianggap asing dan lain-lain: 58,5 persen diwakili sebagai imigran, 87,8 persen tidak berbicara bahasa Inggris atau dengan aksen, dan 75,6 persen ditampilkan mengenakan pakaian keagamaan.
Bahkan di ranah animasi, tidak ada satu pun Muslim di 23 film yang diikutsertakan dalam kajian tersebut. []
SUMBER: ABOUT ISLAM | TRT WORLD