MAKKAH, bulan Syawwal tahun ke-10 kenabian. Pada suatu hari di tahun itu, istri Abu Bakar Al-Shiddiq, Ummu Ruman binti ‘Amir bin ‘Uwaimir yang berasal dari Bani Al-Harits bin Ghanam bin Kinanah, menerima seorang tamu yang menjadi utusan Rasulullah Saw.
Dia adalah Khaulah binti Hakim, istri ‘Utsman bin Mazh’un, seorang sahabat yang memimpin rombongan pertama para sahabat beliau yang berhijrah ke Habasyah. Selepas dipersilakan masuk ke dalam rumah dan berbagi sapa dengan ibunda ‘Aisyah (kala itu ‘Aisyah baru berusia sekitar 6 tahun), Khaulah berkata kepada Ummu Ruman, “Wahai Ummu Ruman! Keberkahan dan kebaikan apakah yang sedang dianugerahkan Allah Swt. ke dalam rumah ini?”
BACA JUGA: Mukjizat dari Celah Jari Rasulullah
“Ada apa gerangan, wahai Khaulah?” tanya Ummu Ruman kebingungan dan tak tahu ke mana arah pembicaraan tamunya itu.
“Saya diutus Rasulullah Saw. untuk meminang putrimu, ‘Aisyah,” jawab Khaulah binti Hakim segera mengemukakan maksud kedatangannya.
“Khaulah tentu, saya senang sekali dengan pinangan itu. Tapi, tunggulah Abu Bakar. Sebentar lagi dia datang,” jawab Ummu Ruman dengan wajah berbinar-binar.
Benar, tak lama kemudian Abu Bakar Al-Shiddiq datang. Selepas berbagi sapa dengan sang tuan rumah, Khaulah pun mengemukakan maksud kedatangannya. Abu Bakar sangat gembira mendengar maksud kedatangan tamunya itu. Tapi, ada suatu persoalan yang mengganjal di hatinya, yaitu putrinya telah dilamar Muth’im bin ‘Adiy. Namun, dia tak kuasa menjelaskan masalah itu. Akhirnya, istrinyalah yang menjelaskan masalah itu kepada Khaulah, “Wahai Khaulah! Kami tentu sangat gembira dengan pinangan Rasulullah Saw. Tapi, sejatinya Muth’im bin ‘Adiy telah meminang ‘Aisyah untuk putranya, Jubair. Demi Allah, jika Abu Bakar telah menjanjikan sesuatu kepada seseorang, dia tidak akan mengingkarinya. Karena itu, berilah kesempatan kepadanya untuk datang kepada Muth’im.”
Abu Bakar Al-Shiddiq pun berangkat ke rumah Muth’im bin ‘Adiy. Selepas berbagi sapa dengan Muth’im dan istrinya, yang kala itu masih belum memeluk Islam, Abu Bakar pun mengemukakan maksud kedatangannya. Mendengar hal itu, Ummu Jubair, istri Muth’im pun berkata kepada tamunya, “Wahai putra Abu Quhafah! Andaikata kami menikahkan putra kami dengan putrimu, apakah engkau akan mengajaknya memeluk agama yang engkau peluk?”
“Bagaimana pendapatmu tentang ucapannya?” tanya Abu Bakar kepada Muth’im bin ‘Adiy tanpa memberikan jawaban atas pertanyaan Ummu Jubair tersebut.
BACA JUGA: Ini Adab Tidur Lengkap yang Diajarkan Rasulullah
“Menurut saya, dia mengatakan seperti yang telah didengar,” jawab Muth’im bin ‘Adiy.
Setelah mendapat kepastian jawaban dari tuan rumah bahwa pinangan atas diri ‘Aisyah tidak dilanjutkan, Abu Bakar pun sangat gembira sekali. Atas dasar itu, dia pun menerima pinangan Rasulullah Saw. atas diri putrinya, ‘Aisyah.
Tidak lama kemudian, dia pun menikahkan beliau dengan putrinya itu. Tapi, karena putrinya kala itu masih terlalu muda usia, dia masih tetap tinggal bersama kedua orangtuanya hingga usia Aisyah sembilan tahun. []
Sumber: Rumah Cinta Rasulullah/ Muhammad Rofi Usmani/ Mizan/ 2007