BANGLADESH–Pemerintah Bangladesh telah mengimbau negara-negara anggota PBB untuk memastikan bahwa mereka yang melakukan pelanggaran HAM terhadap Muslim Rohingya di Myanmar untuk bertanggung jawab.
“Komunitas internasional harus memastikan pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM dan kekejaman yang dilakukan terhadap Rohingya di negara bagian Rakhine,” kata Perdana Menteri Sheikh Hasina saat berpidato di sidang Majelis Umum PBB ke-74 di New York, Jumat, (27/9/2019).
BACA JUGA: Protes Anti-Sisi Pecah di Mesir
Hasina menyebut krisis Rohingya adalah isu internal Myanmar.
“Myanmar harus mewujudkan kemauan politik yang jelas untuk kembalinya Rohingya yang aman, berkelanjutan dan bermartabat,” ujar dia.
Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, Hasina menyampaikan pernyataan dalam bahasa Bengali dan mengajukan empat poin proposal untuk menyelesaikan krisis Rohingya dan mempercepat proses repatriasi (pemulangan kembali) pengungsi.
Usulan itu juga termasuk pencabutan Undang-Undang Kewarganegaraan Myanmar 1982 yang mendiskualifikasikan Rohingya sebagai warga negara, agar mereka merasa lebih percaya diri untuk pulang.
Hasina juga mengusulkan agar pihak berwenang di Myanmar mengatur perjalanan bagi perwakilan Rohingya ke negara bagian Rakhine, sehingga mereka dapat menilai apakah mereka setuju untuk kembali.
Dia juga mengatakan tanpa kehadiran perwakilan internasional, Rohingya akan merasa takut untuk bertemu otoritas Myanmar karena khawatir akan keselamatan mereka.
BACA JUGA: Akan Direlokasi, Ini Kekhawatiran Pengungsi Rohingya di Bangladesh
“Sampai sekarang, tidak ada satu pun warga Rohingya yang kembali ke negara asalnya karena kegagalan Myanmar untuk membangun lingkungan yang aman dan sehat di negara bagian Rakhine,” tambah dia.
Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai kelompok yang paling teraniaya di dunia, menghadapi ketakutan yang terus meningkat sejak puluhan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada 2012.
Menurut Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA), sejak 25 Agustus 2017, lebih dari 24.000 Muslim Rohingya dibunuh oleh tentara Myanmar.
Sekitar 18.000 perempuan Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar dan lebih dari 115.000 rumah Rohingya dibakar sementara 113.000 lainnya dirusak.
Menurut Amnesty International, lebih dari 750.000 pengungsi, sebagian besar anak-anak dan perempuan, telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan tindakan kekerasan terhadap komunitas Muslim minoritas pada Agustus 2017. []
SUMBER: ANADOLU