SWISS— Sekelompok pengacara, LSM, dan badan agama dari 13 negara, mengajukan pengaduan resmi terhadap Prancis ke Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa atau Office of the High Commissioner for Human Rights (OHCHR). Mereka melaporkan Prancis yang dinilai telah melakukan serangkaian tindakan pelecehan terhadap Islam selama lebih dari dua dekade.
Dilansir dari Aljazeera, mereka menyerahkan temuannya ke badan PBB pada Senin (18/1/2021). Laporan itu menuduh Prancis berturut-turut sejak 1989 telah menumbuhkan Islamofobia struktural dan diskriminasi terhadap Muslim”.
BACA JUGA:Â Inilah 10 Fakta tentang Muslim di Prancis
Salah satunya, laporan tersebut mengutip penggerebekan ilegal dan kekerasan baru-baru ini terhadap rumah dan organisasi Muslim. Presiden Prancis Emmanuel Macron juga melakukan diskriminasi seperti adanya larangan jilbab tahun 2004 di sekolah umum, larangan niqab tahun 2010 di ruang publik, dan gerakan tahun 2016 yang melarang pakaian renang seluruh tubuh yang dikenakan oleh beberapa wanita Muslim.
Kelompok tersebut pun mendesak OHCHR untuk bertindak dan memastikan Prancis menjunjung tinggi Deklarasi Universal HAM dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.
Mereka menganggap Prancis gagal menangani diskriminasi sistemik. Mereka pun meminta Paris untuk memberlakukan atau membatalkan undang-undang untuk memerangi intoleransi.
BACA JUGA:Â Prancis Tutup Satu-satunya Sekolah Muslim di Paris
Koalisi beranggotakan 36 orang itu termasuk kelompok-kelompok advokasi seperti Inisiatif Muslim Eropa untuk Kohesi Sosial yang berbasis di Prancis, Asosiasi Muslim Inggris Raya, Muslim Rights Watch Holland, Dewan Hubungan Amerika-Islam dan Pusat Studi Islamofobia yang berbasis di Amerika Serikat.
“Kebijakan ini tidak hanya kontra-produktif, tetapi juga terbuka untuk pelecehan, dan telah disalahgunakan. Sementara juga sama sekali tidak berhubungan dengan kenyataan,” kata Feroze Boda, dari Muslim Lawyers Association, berbicara terkait tuntutan mereka terhadap Prancis.
“Perjanjian di PBB, Prancis tidak dapat diizinkan untuk melanggar kewajiban hak internasionalnya secara terbuka, namun menampilkan dirinya sebagai tanah ‘liberté, égalité, fraternité’,” kata Kepala CAGE, Muhammad Rabbani. []
SUMBER: AL AZEERA