BENTUK-bentuk akad jual beli yang telah dibahas para ulama dalam fiqih muamalah islamiah terbilang cukup banyak. Salah satunya yaitu akad Bai’ al-murabahah.
Akad Bai’ al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. (Muhammad Ibn Ahmad Muhammad Ibn Rusyd, Beirut: Bidayatul Mujtihad wa Nihayatul Muqtashid Darul-Qalam, 1988), vol.II, hlm. 216).
BACA JUGA: Ekonomi Islam; Jawaban Kekacauan Ekonomi Dunia
Dalam bai’ al-murabahah, penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Misalnya, pedagang eceran membeli komputer dari grosir dengan harga Rp 10.000.000,00, kemudian ia menambahkan keuntungan sebesar Rp 750.000.000,00, dan ia menjual kepada si pembeli dengan harga Rp 10.750.000,00. Pada umumnya, si pedagang eceran tidak akan memesan dari grosir sebelum ada pesanan dari calon pembeli dan mereka sudah menyepakati tentang lama pembiayaan, besar keuntungan yang akan diambil pedagang eceran, serta besarnya angsuran kalau memang akan dibayar secara angsuran.
Bai’ al-murabahah dapat dilakukan untuk pembelian secara pemesanan dan biasa disebut sebagai murabahah kepada pemesan. Dalam kitab al-Umm, Imam Syafi’i menamai transaksi sejenis ini dengan istilah aamir bisy-syira.
Landasan syariah Bai’ al-murabahah terdapat dalam Al-Qur’an, “…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS. al-Baqarah: 275). Dalam al-Hadits: dari suhaib ar-Rumi r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah)
Syarat Bai’ al-Murabahah
1. Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah.
2. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
3. Kontrak harus bebas dari riba.
4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.
5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
BACA JUGA: Anjuran Islam Menginvestasikan Harta dalam Perspektif Maqashid Syariah dan Ekonomi
Secara prinsip, jika syarat dalam (1), (4), atau (5) tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan:
a. Melakukan pembelian seperti apa adanya,
b. Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual,
c. Membatalkan kontrak
Jual beli secara al-murabahah di atas hanya untuk barang atau produk yang telah dikuasai atau dimiliki oleh penjual pada waktu negosiasi dan berkontrak. Bila produk tersebut tidak dimiliki penjual, sistem yang digunakan adalah murabahah kepada pemesan pembelian (murabahah KPP). Hal ini dinamakan demikian karena si penjual semata-mata mengadakan barang untuk memenuhi kebutuhan si pembeli yang memesannya. []
Referensi: Bank Syariah dari Teori Ke Praktek/ Muhammad Syafi’i Antonio/ 2001