WARGANET ramai membahas soal kabar bahwa gerhana matahari menjadi tanda berakhirnya bulan Ramadan dan tanda masuknya bulan Syawal. Peneliti astronomi meluruskan kabar tersebut.
Unggahan tersebut beredar di media sosial (medsos) Facebook yang bernarasi gerhana matahari merupakan tanda bahwa Ramadan telah berakhir sehingga setelah gerhana akan memasuki bulan Syawal.
“Gerhana Matahari yang InshaAllah akan terjadi pada hari Kamis, tanggal 20 April 2023 mendatang, adalah tanda jika Bulan Ramadan telah habis setelah gerhana tersebut selesai. Akan tetapi kita tetap harus menyelesaikan puasa sampai waktu Magrib tiba. Dan dimalam tersebut selepas Magrib telah memasuki Bulan Baru, 1 Syawal 1444 Hijriah,” demikian tulis pemilik akun tersebut.
BACA JUGA:Â Waktu Zakat Fitrah, Harus Antara Shubuh dan Sebelum Shalat Ied 1 Syawal?
Sebagai informasi, gerhana matahari hibrida memang akan terjadi dan dapat diamati di Indonesia pada Kamis (20/4/2023).
Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Pusat Riset Antariksa, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin memberikan penjelasan. Dia mengatakan gerhana matahari bukan pertanda awal bulan hijriah, penanggalan yang dipakai umat Islam.
“Gerhana matahari memang menunjukkan ijtimak (konjungsi) telah terjadi. Ijtimak adalah bulan baru (newmoon) astronomi, bukan pertanda awal bulan Hijriah,” kata Djamaluddin, Rabu (19/4/2023).
Ia mengatakan narasi yang beredar luas itu menyesatkan. Pasalnya, jika ijtimak dianggap sebagai awal bulan, seharusnya puasa dimulai pada Rabu (22/3) lalu, bukan di hari selanjutnya.
“Kalau ijtimak dianggap sebagai awal bulan, mestinya mereka yang berpendapat seperti itu mulai puasa pada 22 Maret 2023. Saat itu ijtimak terjadi pada 22 Maret 2023 pk 00.23 WIB. Jadi saat subuh 22 Maret mestinya mereka anggap sudah Ramadan. Nyatanya semua berpuasa mulai 23 Maret,” ungkapnya.
“Jadi info gerhana jadi penanda berakhirnya Ramadan adalah info yang menyesatkan,” tegasnya.
BACA JUGA:Â Cek and Ricek Syawal Bulan Terbaik untuk Menikah
Djamaluddin pun menjelaskan bahwa Idul fitri 1444 memang akan berbeda. Perbedaan itu terjadi karena ada perbedaan kriteria yang disebabkan oleh posisi bulan saat magrib pada Kamis (20/4) yang masih rendah di ufuk barat.
“Menurut kriteria wujudul hilal (bulan lebih lambat terbenam daripada matahari), pada saat magrib bulan telah di atas ufuk. Indonesia berada di atas arsir merah, artinya posisi bulan sudah di atas ufuk. Atas dasar kriteria tersebut, Muhammadiyah mengumumkan Idul Fitri pada keesokan harinya, yaitu 21 April 2023,” tuturnya.
“Sedangkan menurut kriteria MABIMS, mensyaratkan tinggi minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Artinya, menurut kriteria imkan rukyat (visibilitas hilal) MABIMS, tidak mungkin terlihat hilal. Oleh karenanya, awal Syawal atau Idul Fitri pada kalender NU, Persis, dan Pemerintah ditetapkan pada hari berikutnya, 22 April 2023,” pungkasnya. []
SUMBER: DETIK