SUATU hari guru kami bercerita, beliau pergi ke undangan pernikahan bersama istrinya. Lelaki sepuh itu sengaja pergi berdua saja, mengenang masa muda, nostalgia masa remaja saat-saat awal merajut benang asmara.
Dengan mobil kesayangannya mereka melenggang, memegang setir ditemani istri yang duduk manis di samping kirinya. Tibalah mereka di tempat tujuan, sang suami menuju tempat undangan laki-laki dan sang istri menuju tempat undangan wanita.
Di sana ternyata ramai teman-temannya, teman kerja maupun teman yang sudah lama tak jumpa.
BACA JUGA: Ingin Turunnya Hujan Tidak Timbulkan Bencana, Jangan Lupa Baca Doa Ini
Salaman ke pengantin, mengucapkan selamat ke pemangku hajat, mencicipi makanan, dan bercengkerama ria. Ngobrol ngalor ngidul sama teman-temannya.
Lihat jam!
Ternyata sudah siang, lalu memutuskan pulang.
Pamit ke pemangku hajat, izin pulang duluan ke teman-temannya, jalan kaki ke depan, nunggu angkot pinggir jalan, naik, duduk santai, turun, bayar ongkos, jalan sedikit, dan sampai di rumah.
“Salamu’alaikum,” sapanya sembari buka pintu, “Bibi, ibu di mana?”
“Lho, bukankah tadi berangkat ke undangan sama Bapak?”
Deg! Hatinya tersentak.
‘Oh iya, istri saya masih di kondangan,’ gerutunya dalam hati. Bukan hanya lupa meninggalkan istri,tapi juga lupa kendaraan kesayangan.
Sambil nyengir ia mengurungkan niat masuk rumah. Balik kanan, jalan kedepan, nunggu angkot, naik, duduk sambil senyum-senyum sendiri, sampai, turun, dan bayar ongkos.
Melenggang kaki ke tempat hajatan, mencari istrinya, ketemu di tempat undangan wanita, sang istri sedang asyik ngobrol dengan ibu-ibu yang lain.
“Mah, sudah siang, kita pulang yuk!” Ajaknya seolah tak terjadi apa-apa.
Kami senyum tersipu-sipu menyimak cerita beliau. Subhanallah, ternyata profesor pun manusia biasa. Bisa lupa, bisa alpa, bisa pula hilaf pada istrinya tercinta.
Begitulah manusia. Insan, menurut ahli bahasa memiliki kedekatan makna dengan kata nisyan, artinya hilaf atau lupa. Sehingga pantaslah manusia suka hilaf, lupa, dan alpa. Hanya kepada Allah kita mohon ampun, mohon pertolongan atas lalai dan silapnya diri dari kebenaran.
BACA JUGA: Manusia Kadang Lupa bahwa Allah Maha Kuasa Atas Segalanya
Kisah ini mungkin membuat kita senyum-senyum sendiri, tapi yang lebih penting lagi, kisah ini menunjukan pada kita bahwa manusia itu lemah, hina, dan sangat mungkin terjerumus pada dosa. Tak melihat siapa orangnya, setinggi apa pangkatnya, selevel apa pendidikannya, tetap harus rendah hati.
Betapa kami mendapatkan pelajaran berharga dari guru kami ini, Prof. Dr. H. Nurol Aen, M.A, tentang rendah hati, kesederhanaan, dan kesahajaan.
Guru besar ushul fiqih itu selalu sederhana dalam penampilan, rendah hati saat bergaul, murah senyum, dan ramah pada siapa pun. Semoga Allah berkahi kehidupannya. []