Ustadz, Saya punya keponakan, umurnya kira-kira 7 tahun. Dia sudah berpuasa penuh sampai maghrib, seperti orang dewasa. Bagaimana hukumnya? Mengingat ia belum baligh, apakah ia mendapat pahala dari puasanya?
Bismillah, washshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah. Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Wahai orang-orang yang beriman, lindungilah diri kalian dan keluarga kalian dari neraka.” (Q.s. At-Tahrim: 6)
Ayat di atas menjadi dalil bahwa orang tua memiliki tanggung jawab di hadapan Allah untuk mendidik anaknya sesuai dengan ajaran Islam. Di antara bagian pendidikan Islam bagi anak adalah membiasakan mereka untuk melakukan amal saleh, terutama amal wajib, seperti shalat atau puasa.
Oleh karena itu, Nabi SAW memerintahkan para orang tua agar menyuruh anaknya untuk shalat ketika berusia 7 tahun dan memukul mereka (jika menolak shalat) ketika berusia 10 tahun, sebagaimana disebutkan hadis yang diriwayatkan Ahmad dan Abu Daud yang dinilai sahih oleh Al-Albani.
Demikian pula dalam masalah puasa, para sahabat mendidik anaknya untuk berpuasa. Disebutkan dalam hadis dari Rubayi’ binti Muawidz radhiallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus sahabat di pagi hari Asyura (10 Muharam) untuk mengumumkan, “Barang siapa yang sejak pagi sudah puasa, hendaknya dia lanjutkan puasanya. Barang siapa yang sudah makan, hendaknya dia puasa di sisa harinya.” Para sahabat mengatakan, “Setelah itu, kami pun puasa dan menyuruh anak-anak kami untuk puasa. Kami pergi ke masjid dan kami buatkan mainan dari bulu. Jika mereka menangis karena minta makan, kami beri mainan itu hingga bisa bertahan sampai waktu berbuka.” (H.r. Bukhari, no. 1960; Muslim, no. 1136)
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, “Hadis ini adalah dalil disyariatkannya membiasakan anak-anak untuk berpuasa, karena anak yang berusia sebagaimana yang disebutkan dalam hadis belum termasuk usia mendapatkan beban syariat. Namun, mereka diperintahkan puasa dalam rangka latihan.” (Fathul Bari, 4:201)
Disebutkan dalam riwayat dari Zubair bin Awam bahwa beliau memerintahkan anaknya untuk berpuasa jika mereka sudah mampu, dan beliau memerintahkan anaknya untuk shalat jika sudah tamyiz (bisa dinasihati). (Riwayat Ibnu Abid Dunya dalam Al-Iyal, 1:47)
Para ulama menganjurkan agar orang tua melatih anaknya untuk berpuasa jika mereka sudah mampu. Batas usianya adalah 7 tahun atau 10 tahun, memberi batasan 10 tahun. Al-Auza’i mengatakan, “Jika seorang anak mampu berpuasa tiga hari berturut-turut dan dia tidak lemah maka dia diminta untuk puasa. Demikian keterangan Al-Hafizh Ibnu Hajar (lihat Fathul bari, 3:5)
Dalam Mazhab Hanbali dinyatakan, “Diwajibkan untuk berpuasa bagi setiap muslim, yang mukalaf dan yang mampu. Sementara bagi wali anak kecil yang mampu puasa, hendaknya memerintahkan si anak dan memukulnya agar (si anak) terbiasa (berpuasa).” (Ar-Raudhul Murbi’, 1:415)
Disadur dari artikel “Madza ‘an Shaumi Sibyan“, karya Dr. Kalid Al-Ahmad.
Apakah amal anak kecil diberi pahala?
Anak kecil, ketika sudah berusia 7 tahun, shalatnya sah, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مروا أولادكم بالصلاة وهم أبناء سبع، واضربوهم عليها وهم أبناء عشر
“Perintahkanlah anak kalian untuk shalat ketika berusia 7 tahun dan pukul mereka (jika menolak shalat) ketika berusia 10 tahun.” (H.r. Abu Daud; dinilai sahih oleh Al-Albani)
Jumhur ulama berpendapat bahwa anak yang sudah tamyiz mendapatkan pahala khusus. Dalam Fatawa Al-Kubra, Syekhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Jumhur ulama berpendapat bahwa pahala ibadah seorang anak adalah miliknya.”
Syekh Muhammad Ulayis Al-Maliki memberikan rincian dalam kitab Fathul Aliyil Malik, “Pendapat yang menjadi pegangan adalah bahwa pahala amal ibadah seorang anak adalah untuk dirinya sendiri, sedangkan orang tuanya mendapatkan pahala karena menjadi penyebab si anak melakukan amal tersebut.”
Kemudian beliau membawakan perkataan Imam Al-Qarrafi, bahwa anak kecil dianjurkan melakukan amalan sunah dan dia mendapatkan pahala dari amalan sunah yang dia kerjakan. Ada yang mengatakan, “Dia tidak mendapatkan pahala dan tidak dianjurkan untuk melakukan amalan sunah maupun yang lainnya. Namun yang diperintahkan adalah walinya (orang tua atau orang yang merawatnya), yang telah memerintahkan si anak untuk beribadah dalam rangka mendidik. Sebagaimana hukum melatih binatang tunggangan (untuk perang). Hal ini berdasarkan hadis, ‘Pena catatan amal diangkat dari tiga orang: (salah satunya adalah) anak kecil sampai balig.’”
Ibnu Rusyd mengatakan, “Sesungguhnya bagi anak kecil, perbuatan dosanya tidak dicatat dan perbuatan baiknya dicatat, menurut pendapat yang lebih kuat.”
Dalam At-Tamhid, Ibnu Abdil Bar membawakan riwayat dari Abul Aliyah, dari Umar bin Khatabradhiallahu ‘anhu, bahwa beliau mengatakan,
تكتب للصغير حسناته ولا تكتب عليه سيئاته
“Perbuatan baik anak kecil dicatat dan perbuatan dosanya tidak dicatat.” (At-Tamhid, 1:106). Wallahu a’lam. []
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah.com)