Ibnul Qoyim dalam kitab Zadul Ma’ad (2/76), kemudian al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (4/246), menjelaskan soal pelaksanaan puasa asyura yang memiliki 3 tingkatan.
Pertama, melakukan puasa 3 hari, tanggal 9 (Tasu’a), tanggal 10 (Asyura), dan tanggal 11.
Dalil akan hal ini adalah hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, secara marfu’
صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ صُومُوا قَبْلَهُ يَوْماً أَوْ بَعْدَهُ يَوْماً
“Lakukanlah puasa Asyura, dan jangan sama dengan yahudi. Karena itu, lakukanlah puasa sehari sebelumnya dan sehari setelahnya,” (HR. Ahmad 2191 dan Baihaqi dalam al-Kubro 8189).
Kedua, tingkatan kedua, puasa 2 hari, tanggal 9 dan 10 Muharram
Dasarnya adalah hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُومَنَّ الْيَوْمَ التَّاسِعَ
“Jika Muharram tahun depan saya masih hidup, saya akan puasa tanggal 9,” (HR. Ahmad 1971, Muslim 2723 dan yang lainnya).
Ketiga, puasa tanggal 10 saja. karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan janji khusus, yaitu kaffarah dosa setahun yang telah lewat.
Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim 1162).
Hukum Puasa tanggal 11 Muharram
Beberapa ulama tidak sepakat dengan pembagian tingkatan puasa asyura yang disebutkan oleh Ibnul Qoyim serta Ibnu Hajar. Untuk tingkatan kedua dan ketiga, para ulama menyepakatinya. Karena pembagian tersebut berdasarkan hadits shahih.
Sementara untuk tingkatan pertama, dimana puasa asyura dilakukan selama 3 hari, serta ada anjuran khusus untuk puasa di tanggal 11 Muharram, para ulama berbeda pendapat. Karena status hadits yang menganjurkan puasa 3 hari tersebut diragukan keshahihannya.
Untuk hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, di sanadnya terdapat perawi bernama Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila. Beliau dinilai dhaif oleh para ulama. Ad-Dzahabi mengatakan tentang perawi ini,
وليس حديثه بحجة
“Hadisnya bukan hujjah.”
Sementara itu, ulama yang mendukung pendapat dianjurkan puasa tanggal 11 Muharam, mereka berdalil berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa beliau melakukan puasa 3 hari ketika Muharram di tanggal 9, 10, dan 11 Muharram. (Tahdzib al-Atsar, Ibn Jarir)
Hanya saja, riwayat ini ternyata bertentangan dengan riwayat lainnya. Dalam mushannaf Abdurrazaq dan yang lainnya, dari Atha’ bin Abi Rabah, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,
صوموا التاسع والعاشر وخالفوا اليهود
“Lakukanlah puasa di tanggal 9 dan 10, jangan sama dengan orang yahudi,” (HR. Abdurrazaq dalam mushannaf 7839, at-Thahawi 2/78, dan sanadnya dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Jadi, pendapat yang benar yakni tidak ada anjuran khusus untuk puasa tanggal 11 Muharram. Karena dalil yang menyebutkan hal ini statusnya lemah. Meskipun boleh saja orang melaksanakan puasa di tanggal 11 Muharram, tapi diyakini tidak ada anjuran khusus dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kesimpulannya, puasa yang berkaitan dengan puasa Asyura hanya ada 2 tingkatan:
Pertama, puasa dua hari, tanggal 9 dan 10 Muharram
Kedua, puasa sehari, tanggal 10 Muharam saja. Wallahu a’lam. []
Sumber: Konsultasi Syariah.