SABTU tanggal 13 Februari kemarin kita umat muslim memasukki bulan Rajab tahun 1442 H. Jumhur (mayoritas) ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan sebagian mazhab Hanbali berpendapat akan dianjurkannya memperbanyak puasa di bulan Rajab.
Alasan mereka (jumhur) ada dua:
1. Keumuman targhib (motivasi) dari Allah Ta’ala dan Rasul-Nya untuk memperbanyak puasa sunnah. Dan ini sifatnya umum, di bulan Rajab atau selainnya.
2. Adanya anjuran untuk memperbanyak ibadah di bulan-bulan Haram yang merupakan bulan-bulan ketaatan dan ibadah, terutama puasa, sebagaimana telah datang beberapa riwayat dalam masalah ini (akan datang penyebutannya).
BACA JUGA: Apa Hukum Puasa Senin dan Kamis pada Bulan Rajab?
Dan bulan-bulan Haram yaitu: Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab.
Nabi ﷺ pernah ditanya kenapa beliau banyak berpuasa di bulan Sya’ban, maka beliau ﷺ menjawab:
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ
“Itu (bulan Sya’ban) merupakan bulan yang banyak dilalaikan oleh manusia (yang terletak) di antara bulan Rajab dan Ramadhan.” [HR. An-Nasai : 2357]
Menurut jumhur, hadits di atas menunjukkan bahwa bulan Rajab dan bulan Ramadhan merupakan bulan ibadah dan ketaatan yang tidak dilupakan oleh kebanyakan orang. Yang sering dilupakan hanyalah bulan Sya’ban saja.
Dalam hadits yang lain, Nabi ﷺ bersabda:
صُمْ مِنَ الحُرُمِ وَاتْرُكْ
“Berpuasalah di sebagian bulan-bulan Haram (Muharram, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Rajab) dan tinggalkanlah.” [HR. Abu Dawud : 2428]
Ucapan Nabi ﷺ “Dan tinggalkanlah”, maksudnya: Jangan berpuasa terus menerus, tapi hendaknya ada waktu-waktu berbuka bagi seorang yang merasa berat atasnya.
Dalam jalur periwayatan lain dengan kalimat:
“Berpuasalah di sebagian bulan-bulan Haram dan berbukalah!”
Hadits ini meski dhaif (lemah) dari sisi sanadnya, tapi kelemahannya ringan sehingga bisa diamalkan. Karena menurut jumhur ulama, hadits dhaif bisa diamalkan dalam masalah fadhail a’mal (keutamaan amalan) dengan berbagai syarat yang telah dimaklumi dalam kajian ilmu musthalah hadis.
Dan puasa Rajab, termasuk dalam fadhail a’mal. Selain itu, kandungannya pun tidak bertentangan dengan syari’at. Oleh karena itu, Imam Abu Dawud membawakan hadits di atas dalam “Sunan”-nya, lalu memberi judul Bab “Puasa di bulan-bulan Haram.” Judul bab merupakan “fiqh” dari sebuah hadits.
Imam An-Nawawi –rahimahullah- (w.676 H) berkata:
قَالَ أَصْحَابُنَا وَمِنْ الصَّوْمِ الْمُسْتَحَبِّ صَوْمُ الاشهر الحرم وهي ذوالقعدة وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبٌ
“Para sahabat kami (ulama Syafi’iyyah) menyatakan: Termasuk puasa yang dianjurkan, adalah puasa pada bulan-bulan Haram, yaitu Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab.” (Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 6/386).
Madzhab Hanbali sepakat dengan jumhur akan dianjurkannya puasa di bulan Rajab. Namun mereka memakruhkan ketika hal itu dilakukan sebulan penuh. Jika tidak dilakukan sebulan penuh, ada hari-hari yang berbuka, maka hukumnya kembali kepada pendapat jumhur (dianjurkan).
BACA JUGA: 5 Keutamaan Memperbanyak Amalan di bulan Rajab
Adapun berbagai keutamaan dan pahala khusus yang akan didapatkan dengan puasa Rajab yang banyak beredar di masyarakat, kami pribadi belum mendapatkan dalilnya. Bahkan sebagiannya tercantum dalam hadits yang maudhu’ (palsu).
Yang seperti ini hendaknya jangan disebarkan. Kalau yang tercantum dalam hadits yang dhaif, maka boleh untuk disebarkan.
Kesimpulan: Dianjurkan untuk memperbanyak puasa di bulan Rajab. Adapun lafaz niatnya:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ فِى شَهْرِ رَجَبِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالَى
Nawaitu sauma ghadin fi syahri rajabin sunnatan lillahi ta’alaa. Artinya: “Saya niat puasa bulan Rajab besok, sunah karena Allah ta’ala.” Wallahu a’lam. []
Facebook: Abdullah Al-Jirani