Oleh: Savitry ‘Icha’Khairunnisa
Kontributor Islampos, Tinggal di Norwegia
BEBERAPA hari ini banyak sekali yang mengajukan pertanyaan ini.
Jawabannya tergantung musim; musim rambutan atau musim durian.
Becanda, Gaiss.
Saya jawab di sini aja. Nanti jangan tanya-tanya lagi, ya 😀.
Membicarakan durasi puasa Ramadhan di Norwegia, atau negara empat musim pada umumnya, tidak sesederhana bicara puasa di negeri khatulistiwa seperti Indonesia yang panjang siang dan malamnya sama sama sepanjang tahun.
Berpuasa di musim gugur atau musim dingin lebih tegas waktunya. Perbedaan siang dan malam tampak jelas (kecuali di daerah Kutub di mana matahari bisa tidak muncul sama sekali selama musim dingin).
BACA JUGA:Â Dialog Kami tentang Hijab di Norwegia
Yang sering membuat ragu ketika Ramadhan jatuh pada musim semi dan panas (Mei – Agustus). Di bumi belahan utara seperti Skandinavia, di puncak musim panas bisa terang terus selama 24 jam. Kalaupun matahari terbenam, paling hanya 1-2 jam, kemudian muncul lagi. Maka muncul istilah “midnight sun”, di mana matahari masih bersinar di tengah malam. SubhanAllah.
4-5 tahun lalu adalah masa terberat bagi kaum muslim di utara. Masa itu kami berpuasa hampir 20 jam selama sebulan!
Namun tidak semua muslim menjalaninya seperti kami.
Di tempat ketinggian ekstrem seperti Eropa Utara, ada fatwa khusus dari Majelis Ulama Eropa. Ada yang berpuasa mengikuti pergerakan alami matahari, ada yang membuat perhitungan rumit berdasarkan latitude, ada yang membagi waktu sehari menjadi 3 (masing-masing 8 jam), ada yang “membekukan” waktu siang selama musim panas, ada yang mengikuti jadwal puasa negeri muslim terdekat, ada yang ikut waktu Mekkah, bahkan ada pula yang mengikuti waktu Indonesia.
Mana yang betul? Selain waktu Indonesia (yang terlalu jauh perbedaannya), semua betul. Semua punya dalil yang kuat. Kami saling menghormati pilihan masing-masing. Yang penting kami semua taat menjalankan syariat puasa Ramadhan dan berniat karena Allah semata. Perbedaan itu sifatnya khilafiyah dan sunatullah. Yang salah itu, sudah ada berbagai dalil dan bahkan keringanan, tapi memilih tidak puasa padahal sehat. Jangan begitu, ya.
***
Lalu tahun ini puasa berapa lama?
Seperti tahun-tahun sebelumnya, kami sekeluarga mengikuti jadwal yang dibuat Masjid Falah-ul-Muslimin Haugesund. Bisa dilihat dan hitung sendiri berapa jam antara subuh dan magrib.
Untuk pertama kali Fatih ikut puasa penuh seperti orangtuanya, karena dia sudah baligh.
Alhamdulillah kemarin berjalan lancar tanpa mengeluh sama sekali.Tanpa bolak-balik menghirup aroma makanan.
Alhamdulillah tahun ini puasa kami sedikit lebih pendek dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Di awal Ramadhan hanya 16 jam. Menjelang akhir, karena semakin mendekati musim panas, durasinya jadi 18 jam.kesanggupan, Allah beri kesanggupan.
BACA JUGA:Â Cerita Lockdown di Norwegia
Kalau diingat kembali di mana kami sempat berpuasa hampir 20 jam, SubhanAllah cuma bisa salut pada diri sendiri 😄. Kok kuat?
Alhamdulillah kuat. Alhamdulillah kami masih hidup dan sehat wal’afiat sampai saat ini.
Walaupun, kalau harus mengulang lagi puasa selama itu, sepertinya kami lambaikan bendera putih. Tapi insyaAllah masih lama untuk Ramadhan kembali jatuh di bulan Juni – Juli. Masih sekitar 28 tahun lagi sebelum kembali ke siklus itu. Dipikir nanti aja.
Apapun itu, sepanjang atau sependek apapun kita berpuasa, selagi tubuh sehat, suasana aman, ada hidangan tersedia di meja makan, setidaknya kita tahu kapan puasa akan berakhir. Kita bisa mengharapkan waktu berbuka yang insyaallah pasti datang. Itu saja seharusnya sudah membuat kita berhenti mengeluh, dan berganti jadi rasa syukur.
Bagaimanapun kita masih termasuk orang-orang yang beruntung.
Selamat melanjutkan ibadah Ramadhan. []