Oleh: Savitry ‘Icha’ Khairunnisa
Kontributor Islampos, Tinggal di Norwegia
KETIKA melihat sekilas jadwal puasa yang diterbitkan Masjid Falah ul-Muslimeen, saya lega karena sepertinya tahun ini durasi puasa kami di Haugesund akan lebih singkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Apalagi saya berpikir, biasanya puasa akan semakin pendek waktunya di akhir Ramadhan.
Ternyata saya kurang teliti membaca .
Hari-hari pertama memang masih 18,5 jam. Tapi begitu melihat ujung Ramadhan, puasa kami insyaa Allah sama juga seperti tahun lalu, hampir 20 jam. SubhanAllah. Bismillah. Kalau sudah diniatkan karena Allah, in syaa Allah akan kuat dan tetap semangat sampai akhir.
Ini in syaa Allah tahun ke-5 kami berpuasa di musim panas, di mana siangnya sangat panjang dan malamnya singkat saja. Apalagi posisi geografis Norwegia yang di utara begini. Sehingga ada beberapa panduan berpuasa untuk wilayah yang termasuk “extremely high altitude” seperti kami.
Ada yang “membekukan” waktu siang menjadi sekitar 16 jam sepanjang musim panas, ada yang mengikuti waktu Mekkah, dan ada pula yang berpuasa menurut waktu lokal.
In syaa Allah semua ada pijakan yang sahih, ada perhitungan yang detail dari ahli fiqih dan ilmuwan yang berkompeten.
Jadi setiap muslim di sini dipersilakan mengikuti anjuran yang diyakininya.
Sebenarnya, durasi puasa hingga hampir 20 jam itu tak seseram yang dibayangkan. Iya memang pasti berat. Tapi sejauh ini kami yang menjalaninya alhamdulillah sehat wal’afiat dan masih semangat menjalaninya tiap tahun. Niat dan persiapan memang menentukan, ya.
Lagipula, selama-lamanya kami berpuasa, in syaa Allah kami tak perlu khawatir soal makanan dan minuman. Hanya masalah bersabar menunggu waktunya saja.
Meskipun lama kami menunggu maghrib, tapi suhu Norwegia di musim panas termasuk sangat bersahabat dan tak cukup membuat kami berpeluh.
Apa yang kami jalani ini tidak seberapa dibandingkan saudara-saudara muslim di tempat lain, yang memang harus berpuasa karena tak ada yang bisa dimakan.
Belum lagi mereka yang harus berpuasa di tengah panas terik, membanting tulang demi sesuap makanan berbuka dan sahur.
Atau mereka yang dalam keadaan sakit, ketakutan karena perang, wabah, kelaparan, penjajahan oleh bangsa lain…
Saudara-saudara kita di Palestina, Yaman, Somalia, Ethiopia, Rohingya, Irak, Suriah, Afghanistan, dan negara-negara lain yang bagi mereka rasa aman, kedamaian, dan kesejahteraan masih sebatas cita-cita.
Mereka pejuang Ramadhan yang patut kita teladani.
Ramadhan ini, selain mendoakan orangtua dan keluarga, sertakan juga saudara-saudara kita yang kurang beruntung di berbagai belahan dunia. Doakan juga kaum muslim yang sudah mendahului kita.
Ramadhan bulan penuh doa.
Mari kita manfaatkan sebaik-baiknya. []