TANYA:
Apakah ada ruang ijtihad dalam agama kita yang lurus ini, untuk meneliti kebolehan seorang muslim yang telah mencapai usia 60 tahun, tidak berpuasa di bulan Ramadhan?
JAWAB:
Segala puji bagi Allah. Shalawat serta salam atas Sayyidina Rasulillah.
Salah satu karakter terpenting dalam Syariat Islam, ia tegak di atas landasan kemudahan dan menghilangkan kesulitan, baik dalam urusan ibadah maupun muamalah. Allah ta’ala berfirman:
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
Artinya: “Dia (Allah) tidak menjadikan bagi kalian dalam agama ini suatu kesempitan/kesulitan.” (QS. Al-Hajj [22]: 78).
BACA JUGA: Kenapa Pasien Harus Puasa dulu Sebelum Dioperasi? Ini Alasannya
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا، فَإِنْ كَانَ إِثْمًا كَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْهُ
Artinya: “Setiap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diberikan dua pilihan, beliau selalu memilih yang paling mudah, selama itu bukan dosa. Jika itu dosa, beliau adalah orang yang paling menjauhinya.” (HR. Muslim)
Salah satu contoh kemudahan yang disyariatkan Allah dalam ibadah, di antaranya puasa, adalah dijadikannya sakit dan usia tua sebagai rukhshah (keringanan) yang membolehkan seseorang tidak berpuasa di bulan Ramadhan. Allah ta’ala berfirman:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Artinya: “Siapa saja di antara kalian yang menyaksikan datangnya bulan Ramadhan (ia mukim di negerinya saat datangnya bulan Ramadhan), wajib baginya puasa. Dan yang sakit atau sedang bepergian (safar), (kemudian ia tidak berpuasa), wajib baginya berpuasa sejumlah hari yang ditinggalkan, pada hari-hari yang lain (di luar bulan Ramadhan). Allah menginginkan kemudahan bagi kalian, bukan kesulitan bagi kalian.” (QS. Al-Baqarah [2]: 185)
Kemudian, salah satu bentuk ketelitian dan realistisnya para ahli fiqih, mereka meletakkan berbagai ketentuan untuk sakit dan kesulitan (masyaqqah) yang membolehkan seorang yang sedang berpuasa membatalkan puasanya.
Demikian juga untuk usia tua yang membuatnya boleh mengeluarkan fidyah saja, dan tidak berpuasa. Bahkan para ahli fiqih tersebut mewajibkan berbuka (tidak berpuasa) bagi orang yang sakit, yang khawatir jatuh pada kebinasaan (kematian), atau sakitnya bertambah, atau semakin lama sembuhnya.
Ketentuan-ketentuan ini tidak terkait dengan batas usia tertentu. Mungkin saja, orang yang masih muda menderita sakit kronis, sehingga ia tak mampu berpuasa. Dan mungkin juga, orang yang sudah berusia tua, tapi ia sehat wal ‘afiyat, dan mampu berpuasa.
Kami melihat banyak orang yang telah berusia tua, namun ia tetap mampu bekerja keras, menikah lagi,atau bepergian dan bertemu banyak orang. Tidak bisa dipastikan, orang yang telah berusia 60 tahun, puasa akan menyebabkan dharar (bahaya) bagi dirinya.
BACA JUGA: Tidak Sah Puasa bagi yang Tidak Berniat di Malam Hari
Karena itu, usia 60 tahun tidak bisa dijadikan batasan untuk kebolehan tidak berpuasa. Tidak juga bisa dipastikan, puasa menyebabkan orang yang telah berusia 60 tahun akan mendapatkan penyakit tertentu.
Menetapkan ketentuan semisal ini tidak bisa dilakukan, karena setiap orang yang sakit atau yang berusia tua, berbeda-beda keadaannya.
Terakhir, kami tegaskan, bahwa jika menurut keterangan dokter (ahli kesehatan), puasa akan menyebabkan seseorang celaka, maka haram baginya puasa, tanpa memperhatikan berapa usianya saat itu. Wallahu ta’ala a’lam. []
Fatwa Dar Ifta Jordania
Teks asli:
الصوم واجب على كبير السن القادر على الصيام
السؤال :
هل هناك مجال للاجتهاد في ديننا الحنيف؛ لبحث جواز إفطار المسلم في رمضان عند بلوغه سن الستين؟
الجواب :
الحمد لله، والصلاة والسلام على سيدنا رسول الله
من أهم سمات الشريعة الإسلامية قيامها على اليُسر ورفع الحرج، سواءً في العبادات أم في المعاملات، يقول الله تعالى: (وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ) الحج/78، وعن عائشة رضي الله عنها قالت: (مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا، فَإِنْ كَانَ إِثْمًا كَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْهُ) رواه مسلم.
ومن اليُسر الذي شرعه الله في العبادات ـ ومنها الصيام ـ جعل المرض والهرم رخصة تُبيح لصاحبها الإفطار في رمضان، قال الله تعالى: (فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ) البقرة/185.
ثم إن من دقة الفقهاء وواقعيتهم أنهم وضعوا ضوابط للمرض وللمشقة التي تُبيح للصائم الفطر، وكذلك الهرم الذي يجعل كبير السن يُخرج فدية ولا يصوم، بل وأوجبوا على المريض الذي يخشى الهلاك أو زيادة المرض، أو تأخر الشفاء، أن يفطر.
وهذه الضوابط لا ترتبط بعمر معين، فيمكن أن يكون الصغير مريضاً مرضاً مزمناً لا يستطيع معه الصيام، ويمكن أن يكون الكبير سليماً معافىً يقدر على الصيام.
ونحن نرى كثيراً من كبار السن من يستمر في عطائه وعمله الشاق، أو يفتح صفحة جديدة بحياة زوجية جديدة، أو يجد همة بدنية عالية في السفر والتواصل، وليس لازماً أن كل من يبلغ الستين يصبح الصيام ضاراً به، فلا يمكن جعل عمر الستين قيداً في تحديد من يفطر ومن يصوم، ولا يمكن الجزم بأن الصيام يعرض من بلغ الستين من العمر إلى احتمال الإصابة بأمراض معينة، فتقرير مثل هذه القاعدة متعذر؛ إذ لكل مريض أو مُسّن حالته الخاصة.
وختاماً نؤكد على أن من ثبت طبياً أن في الصيام مهلكة له حَرُمَ عليه الصوم بغض النظر عن عمره. والله تعالى أعلم.
SUMBER: ALIFTAA.JO
Penerjemah: Muhammad Abduh Negara