PUASA WAJIB
1. Puasa Ramadhan (sudah diuraikan di materi sebelumnya)
2. Puasa qadha Ramadhan (pengganti)
Allah Ta’ala berfirman: “(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”(TQS. Al-Baqarah: 184)
“Dan barangsiapa yang (mengalami) sakit atau sedang melakukan perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib bagi dirinya berpuasa) sebanyak hari yang ia tinggalkan itu pada hari-hari yang lain.”(TQS. Al-Baqarah: 185)
3. Puasa nazar
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa bernazar (untuk) menaati Allah, hendaklah melakukannya. Dan barangsiapa yang bernadzar mengerjakan maksiat kepada Allah, maka janganlah dilakukannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
4. Puasa kafarat
Kafarat secara bahasa berarti mengganti, menutupi, membayar, dan memperbaiki.
Di antaranya kafarat sumpah: 3 hari. Kafarat orang yang menzihar istrinya/ kafarat berhubungan saat puasa Ramadhan: 2 bulan berturut-turut-dibahas pada materi memenuhi janji)
BACA JUGA: Salah Satunya, 6 Hari di Bulan Syawal, Inilah Macam-macam Puasa Sunnah
PUASA YANG DILARANG
1. Diharamkan Puasa Pada hari raya Idul Fitri dan Adul Adha
Disebutkan oleh Abu Syuja’ rahimahullah:
وَيَحْرُمُ صِيَامُ خَمْسَةِ أَيَّامٍ : العِيْدَانِ وَأيَاَّمُ التَّشْرِيْقِ الثَّلاَثَةُ
وَيُكْرَهُ صَوْمُ يَوْمِ الشَّكِّ إِلاَّ أَنْ يُوَافِقَ عَادَةً لَهُ أَوْ يَصِلَهُ بِمَا قَبْلَهُ
Diharamkan berpuasa pada 5 hari: (1, 2) dua hari raya (Idul Fithri dan Idul Adha); (3, 4, 5) hari tasyrik (11, 12, 13 Dzulhijjah).
Larangan berpuasa pada hari tersebut berdasarkan hadits berikut.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ يَوْمِ الأَضْحَى وَيَوْمِ الْفِطْرِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari puasa pada dua hari: Idul Fithri dan Idul ‘Adha. (HR. Muslim no. 1138).
Jika dikatakan dilarang, berarti tidak sah berpuasa pada hari Idul Fithri dan Idul Adha, bahkan inilah yang disepakati (adanya ijmak) dari para ulama. Jadi diharamkan berpuasa pada kedua hari tersebut dan yang melakukannya dinilai berdosa. Karena ibadahnya sendiri termasuk maksiat. Contohnya yang menjalani puasa sunnah, atau puasa wajib seperti puasa nadzar, maka tidak teranggap puasanya atau nadzarnya. Lihat Kifayah Al-Akhyar, hlm. 253.
2. Diharamkan puasa pada hari Tasyrik
Berpuasa pada tiga hari tersebut karena ada larangan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan hal ini,
عَنْ نُبَيْشَةَ الْهُذَلِىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ»
“Dari Nubaisyah Al-Hudzaliy, ia bersabda bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hari tasyrik adalah hari makan dan minum.” (HR. Muslim, no. 1141)
3. Diharamkan puasa wishol (puasa sepanjang hari tanpa berbuka dan sahur)
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda, “Janganlah kalian berpuasa wishol.” Para sahabat pun mengatakan, “Lalu engkau sendiri melakukan wishol, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Kalian tidaklah seperti aku dalam hal ini. Aku selalu diberi kenikmatan makan dan minum oleh Rabbku. Lakukanlah amalan sesuai dengan kemampuan kalian.”(HR Muslim)
4. Dimaruhkan berpuasa pada hari meragukan (yaumusy syakk) kecuali jika berpapasan dengan kebiasaan puasanya atau bersambung dengan hari sebelumnya.
Yang dimaksud hari meragukan adalah tanggal 30 Sya’ban. Abu Syuja’ lebih memilih pendapat makruh bagi yang berpuasa di hari meragukan. Namun yang jadi pegangan dalam madzhab Syafi’i, larangan dari berpuasa pada hari syakk adalah larangan haram. ‘Ammar bin Yasir pernah berkata,
مَنْ صَامَ يَوْمَ الشَّكِّ فَقَدْ عَصَى أَبَا القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
“Barangsiapa yang berpuasa pada hari meragukan, maka ia telah mendurhakai Abul Qosim shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Tirmidzi, no. 686; Ibnu Hibban, no. 3596. Syaikh Al-Albani menyatakan hadits ini shahih).
Kecuali orang yang punya kebiasaan berpuasa, yaitu bertepatan dengan hari puasa Daudnya (sehari puasa, sehari tidak) atau puasa Senin Kamis, maka ia masih boleh melakukan sunnah tersebut. Lihat Al-Iqna’, 1:413.
5. Dimakruhkan puasa mengkhususkan hari Jum’at
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian berpuasa pada hari Jum’at kecuali jika ia berpuasa pada hari sebelum atau sesudahnya.”(HR Bukhari dan Muslim)
An Nawawi rahimahullah membawakan hadits ini di Shahih Muslim dalam Bab “Terlarang berpuasa pada hari Jum’at secara bersendirian.”
6. Dimakruhkan puasa Dahr (puasa setiap hari)
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada puasa bagi yang berpuasa setiap hari tanpa henti. Tidak ada puasa bagi yang berpuasa setiap hari tanpa henti. Tidak ada puasa bagi yang berpuasa setiap hari tanpa henti.” (HR Muslim)
PUASA TATHAWWU’ (PUASA SUNNAH )
Puasa sunnah ada tiga macam
1. Tahunan.
Yakni:
– Puasa Arafah 9 Dzulhijjah,
– Puasa Asyura 10 Muharam dan tasu’a 9 Muharam
– Puasa pada bulan haram lainnya
– Puasa pada bulan Sya’ban
– Puasa 6 hari pada bulan Syawal
(Sudah dijelaskan sebelumnya)
BACA JUGA: Inilah 9 Jenis Puasa Sunnah dan Keutamaannya Masing-masing
2. Bulanan
– Puasa Ayyaumul bidh (3 hari setiap bulan)
3. Pekanan
– Puasa Senin dan Kamis
– Puasa Daud
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda, “Puasa yang paling disukai di sisi Allah adalah puasa Daud, dan shalat yang paling disukai Allah adalah Shalat Nabi Daud. Beliau biasa tidur di pertengahan malam dan bangun pada sepertiga malam terakhir dan beliau tidur lagi pada seperenam malam terakhir. Sedangkan beliau biasa berpuasa sehari dan buka sehari.” (HR Bukhari dan Muslim)
Wallahu a’lam bi showab. []
Sumber: Fikih Imam 4 Mazhab, Matan Abu Syuja’, Fikih Syafi’i