BENTUK penunjukkan keunggulan seseorang ialah dengan suatu pujian. Ya, pujian digunakan untuk memberikan apresiasi atau rasa kagum kepada seseorang karena prestasi yang telah diperolehnya. Maka dari itu, orang akan memberikan pujian agar dapat menunjukkan rasa bangga terhadap orang lain yang dipuji itu.
Jika seseorang memperoleh pujian tersebut biasanya akan memiliki rasa kebanggaan tersendiri. Hanya, jangan salah, ternyata pujian sering juga membawa petaka. Mengapa bisa demikian? Karena biasanya, dengan pujian kita akan terlena, dan merasa paling tinggi atau pun paling hebat di antara yang lainnya.
BACA JUGA:Â 4 Manfaat Memberikan Pujian pada Anak
Jika pikiran paling tinggi atau paling hebat itu telah bersarang dalam benak kita, berarti secara tidak langsung kita telah bersikap sombong. Itu berarti kita membanggakan diri sendiri dengan melupakan bahwa ada yang paling tinggi daripada diri kita.
Sudah tentu Allah SWT-lah yang memiliki posisi paling tinggi tersebut. Tapi, sebelum kita mencapai ke sana pun, masih ada orang-orang yang memiliki kedudukan lebih tinggi daripada kita. Misalnya, jika kita seorang sarjana, dan orang-orang memuji kita karena kita sudah memiliki gelar tersebut. Hingga, akhirnya kita terlena dengan merasa kedudukannya paling tinggi. Dan, kita lupa bahwa ternyata ada orang lain yang sudah menjadi doktor bahkan professor, yang sudah pasti kedudukannya itu lebih tinggi daripada seorang sarjana.
Maka dari itu, jangan dulu senang menerima pujian dari seseorang. Jika hidup kita hanya ingin terlihat memiliki segalanya daripada orang lain, agar orang lain memuji kita, itu tak ada artinya. Apa sih yang akan kita peroleh dari pujian itu? Senang? Memang iya, tapi hanya sesaat. Tahukah Anda, jika kesenangan itu berujung dengan kita membanggakan diri, maka petaka itu akan hadir dengan sendirinya.
Seperti halnya iblis yang membanggakan dirinya karena terbuat dari api hingga ia tak mau bersujud kepada Adam AS. Apa yang terjadi padanya? Akhirnya ia dikeluarkan dari surga oleh Allah SWT. Itulah contoh dari orang yang selalu membanggakan diri, hingga lupa bahwa kita bukanlah makhluk yang sempurnya. Pasti kelemahan itu ada dan melekat pada diri kita.
BACA JUGA:Â Pujian dan Celaan, Termasuk Perkara Ijtihadi
Ingatlah bahwa pujian itu hanya milik Allah SWT semata. Kita tidak memiliki hak itu. Maka, jangan mau untuk dipuji. Kalau pun ada orang yang memuji kita, tanpa ada niat sedikit pun diri kita ingin dipuji, lebih baik kita kembalikan pujian itu kepada Allah. Bagaimana caranya?
Ketika kita dipuji ucapkanlah alhamdulillah, yang berarti kita mensyukuri nikmat atas kelebihan yang diberikan oleh Allah. Lalu ucapkanlah masya Allah, yang berarti hanya Allah-lah yang Mahasuci, tak ada sedikit pun kekurangan dari-Nya, sedangkan kita hanyalah makhluk yang tak luput dari kekurangan dan kesalahan. Setelah itu barulah kita ucapkan astaghfirullahaladziim, karena takutnya ada pikiran yang menunjukkan kepuasan karena dipuji, yang membuat kita merasa membanggakan diri. Wallahu ‘alam. []
Disarikan dari Hj. Eti Sumiati, pimpinan majlis ta’lim Istiqamah Purwakarta