ZAMAN kiwari orang-orang rela melakukan apapun demi mendapatkan uang. Tak peduli halal atau haram cara yang mereka lakukan asalkan keinginannya terpenuhi. Bahkan beberapa orang rela menghinakan diri sendiri demi mendapatkan uang, misalnya pura-pura jadi orang miskin, fakir, cacat lalu mengemis.
Sebagian besar orang menggunakan cara berpura-pura untuk mengambil keuntungan dari rasa iba masyarakat.
BACA JUGA: Zaman Khalifah Umar, Ada Gubernur yang Masuk Daftar Warga Miskin
Terkait dengan negatifnya, masyarakat menilai kalangan disabilitas sebagai kelompok masyarakat yang tidak produktif dan kreatif dan juga dikasihani. Sementara mereka memiliki potensi luar biasa dan bisa mandiri dengan ekonomi.
Tindakan pura-pura miskin, fakir, atau pura-pura sebagai penyandang cacat demi kepentingan ini sangat diharamkan. Pelakunya wajib disanksi karena ia tidak berhak menerimanya.
Buku Fiqih Penguatan Penyandang Disabilitas terbitan LBM PBNU pada tahun 2018 menyebut tindakan yang mengandung unsur kehormatan, yaitu mengemis, membantah, dan tidak menarik hak milik orang lain, (Tim LBM PBNU, 2018: 147).
BACA JUGA: 53 Persen Rakyat Hidup Miskin, Pejabat Israel: Itu Aib
“Siapa yang memberikan sesuatu karena ada sifat yang disangka ada dalam dirinya semisal kefakiran, kesalehan, atau nasab yang terkait dengan beberapa pertanda yang dia berikan dengan maksud demikian atau si memberikan penjelasan motifnya sendiri, apakah demikian, maka ia haram dengan demikian diharapkan untuk menerima pemberian tersebut. Demikian juga jika ada sifat yang disembunyikan dalam diri si penerima yang Andaikan tampak pada orang yang memberi, maka dia tidak akan diundang. Hal ini berlaku juga dalam konteks hadiah menurut pendapat yang lebih kuat. Hukum yang sama juga berlaku pada semua akad tabarru ‘(bantuan sosial) yaitu hibah, wasiat, waqaf, dan nazar, ”(Lihat Syekh Ibnu Hajar, Tuhfatul Muhtaj , [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: dapat juga menambahkan tahun], juz III , halaman 164).
Sikap pura-pura semacam ini jelas dikecam oleh agama. Meskipun si pemberi “ikhlas” memberikan uang karena tidak tega melihat kepura-puraan pengemis tersebut, tindakan ini tetap ditolak. Wallahu a’lam. []
SUMBER: NU.OR.ID