PUASA qadha biasanya dilakukan sesegera mungkin yaitu di bulan Syawal. Namun bila tidak memungkinkan, bisa dilakukan pada bulan-bulan berikutnya hingga menjelang Ramadhan. Supaya terasa lebih ringan dan mudah dalam hitungannya, sebagian orang meng-qadha puasa dengan mencicilnya.
Sebagian orang melakukannya di Hari Senin dan Kamis seperti puasa sunah Senin-Kamis. Nah, bolehkah mengqadha dengan cara seperti itu?
Menurut jumhur (mayoritas) ulama, hukum mengqadha’ puasa Ramadhan itu boleh dicicil dan tidak harus berturut-turut. Dan juga dibolehkan ketika membayarkannya dijatuhkan pada tiap hari Senin dan Kamis. Walaupun ada juga yang pendapatnya agak berbeda.
Haruskah qadha dibayar berturut-turut sampai lunas?
Jumhur ulama tidak mewajibkan dalam mengqadha‘ harus berturut-turut karena tidak ada nash yang menyebutkan keharusan itu.
Sifat qadha’ puasa itu adalah mengganti hari-hari yang ditinggalkan dengan puasa di hari-hari lain, dengan jumlah yang sama. Tidak ada ketentuan harus berturut-turut, juga tidak harus disegerakan. Kesempatan untuk mengqadha’ itu terbentang luas selama 11 bulan, terhitung sejak tanggal 2 Syawwal hingga akhir bulan Sya’ban tahun berikutnya.
Memang ada juga segelintir ulama yang agak berbeda, misalnya madzhab Azh-Zhahiri dan Al-Hasan Al-Bashri. Pendapat mereka memang mensyaratkan dalam qadha’ puasa harus berturut-turut. Dalilnya adalah hadits Aisyah yang menyebutkan bahwa ayat Alquran dulu memerintahkan untuk mengqadha secara berturut-turut.
Namun menurut jumhur, kata-kata ‘berturut-turut’ telah dimansukh hingga tidak berlaku lagi hukumnya. Namun bila mampu melakukan secara berturut-turut hukumnya mustahab menurut sebagian ulama.
Bagaimana jika qadha dilakukan sambil puasa senin-kamis?
Persoalan hari, Senin dan Kamis boleh saja. Tapi, yang dibedakan adalah niatnya.
Rasulullah SAW pernah menyebutkan bahwa hari Senin dan hari Kamis adalah hari yang spesial, Pada kedua hari itu ternyata ada peristiwa penting, yaitu amal-amal manusia dinaikkan ke langit. Dan Rasulullah SAW suka bila pada momen seperti beliau sedang berpuasa.
“Sesungguhnya amal manusia itu dilaporkan setiap hari Senin dan Kamis.” (HR. Abu Daud).
Dan di dalam hadits lain Nabi SAW menyebutkan, “Aku suka saat amalku diperlihatkan, Aku sedang dalam keadaan berpuasa.” (HR. An-Nasai).
Hadits itu tidak menyebutkan apa nama puasanya, apakah puasa wajib atau puasa sunnah. Yang penting pada tiap Senin dan Kamis itu, posisi kita sedang puasa. Maka ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa pahala yang akan kita terima menjadi lebih besar apabila kita puasa qadha’ dijatuhkan tepat pada hari Senin dan Kamis. []
SUMBER: RUMAH FIQIH