WALAU setelah tiga peristiwa, karena karakter nabi Musa yang terlalu bersemangat, beliau gagal melanjutkan menuntut ilmu dari khidir. “Andai kata Nabi Musa bisa lebih sabar, tentu kita akan mendapat lebih banyak pelajaran” Sabda Nabi SAW saat membaca kisah ini.
Kisah ini sangat penting bagi proses pembentukan ilmu bagi individu di sebuah umat. Individu tercerahkan sangat penting bagi umat. Tapi jika individu berilmu tak memiliki adab, justru umat ini akan sibuk pada perdebatan dan perbedaan pendapat karena masing-masing merasa pintar.
Titik tekan kisah Musa dan khidhir ini ada tiga. Pertama, semangat mencari ilmu pada individu sebuah umat itu harus tinggi walau bahkan dia sudah berilmu. Kedua, pentingnya “BrainDrain”, dinegeri sendiri mungkin kita sudah dianggap berilmu, tapi dinegeri lain pasti ada yang lebih berilmu.
Ketiga, pentingnya adab. Nabi Musa berpisah dari khidir karena syarat adab tidak bisa beliau penuhi. Allah hendak mengajarkan kepada kita bahwa ada yang lebih penting dari ilmu itu sendiri yaitu Adab. Adab kepada ilmu, kepada guru, kepada Allah. Dengan adab inilah ilmu menjadi berkah, karena jauh dari perdebatan.
Dengan adab inilah ilmu akan menyatukan umat, bukan menjadi fitnah perpecahan. Dengan adab inilah ilmu menjadi bermanfaat, karena adab menghajatkan keharusan pengamalan, bukan hanya kajian-kajian melangit yang jauh dari amal.
5. Penguasa yang mendakwahi dan melindungi rakyatnya dan rakyat yang proaktif dalam membela nasibnya serta penggunaan tekhnologi mutakhir untuk kemaslahatan
Kisah ketiga adalah kisah Raja yang adil dan proaktif yaitu Dzulkarnain. Beliau memiliki kebiasaan blusukan kepada setiap elemen umat yang dipimpinnya. Lalu disana beliau mengajak umatnya mentaati Allah. Beliau juga mendengarkan hajat kaumnya. Beliau datang pada sebuah kaum yang minta perlindungan dari ekspansi yakjuj makjuj.
Mereka berkata: “Hai Dzulkarnain, sesungguhnya Ya’juj danMa’juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?” (QS. Al Kahfi: 94).
Lalu beliau membangunkan sebuah tembok pelindung logam antar dua buah gunung, sehingga yakjuj makjuj tidak bisa memanjatnya. Dalam dialognya Dzulkarnain melakukan ini semua hanya berharap balasan dari Allah swt saja.
Dzulkarnain berkata: “Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka, (QS. Al Kahfi : 95)
Seperti inilah kontestasi politik yang ideal yang seharusnya dimiliki umat. Yaitu pertama, keberadaan pemimpin Robbani yang membela nasib rakyatnya. kedua, keberadaan elemen umat yang paham hak politiknya, sehingga bisa membela kepentingan dirinya. Ketiga, penggunaan tekhnologi mutakhir dalam mencapai tujuan politik, yaitu kemaslahatan umat.
Barangkali kontestasi politik umat kita ini masih jauh dari seperti yang diidealkan surat al Kahfi. Pertama, Pemimpinnya hanya membela kepentingan pemodal dan menyeru pada dirinya, bukan pada Allah. Kedua, rakyatnya yang tidak bisa membela hak-haknya, tidak tahu hak politiknya.
Ketiga, tertinggal dalam bidang tekhnologi tepat guna. Inilah yang menjadikan umat kita mundur. Karena inilah sebagian kalangan berijtihad bahwa amal siyasi untuk umat ini sifatnya dharuri, mendesak. Amal siyasi dalam rangka menghadirkan pemimpin umat berkarakter Dzulkarnain.
6. Kesatuan karakteristik amal yaitu amal yang berorientasi ukhrowi
Penutup surat ini luar biasa. Digambarkan dua keadaan. Pertama, keadaan orang yang tertipu, menyangka amalnya banyak, ternyata tidak Allah terima amal tersebut.
Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?”. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. (QS. Al Kahfi :103-104).
Allah hendak mengatakan bahwa amal yang ditujukan untuk selain Allah tidak dicatat, sebanyak apapun amal itu. Amal yang ditujukan untuk kehormatan diri, untuk karir politik, untuk pujian tidak akan diterima, walau sebesar apapun amal itu.
Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia[896], maka hapuslah amalan- amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. (QS. Al Kahfi : 105).
Allah sangat tegas sekali disini, karena amal yang tidak ikhlas disamping tidak dihitung, di dunia amal itu justru menimbulkan kerusakan. Mereka-mereka yang menjadikan selain Allah sebagai tujuan dalam beramal berpotensi merusak umat.
Ada politisi yang rela menjilat ludah sendiri demi kepentingan politik dirinya. Ada pemimpin yang tidak peduli perpecahan umat terjadi, asalkan mereka mendapatkan jabatan yang tinggi. Ada penceramah yang menghasut umat karena kehilangan pengikut dikarenakan kehadiran penceramah lain. Ada cendekiawan yang menjadi liberal dalam berfatwa agar dekat dengan kalangan penguasa.
Kedua, syarat keadaan amal agar berjumpa dengan Allah, yaitu tak menyekutukan Allah dan beribadah kepada-Nya.Inilah keikhlasan sejati, sesuai dengan surat Al Ikhlas yang justru tak ada kata ikhlas didalamnya, isinya justru menerangkan pokok-pokok tauhid. Maka Ikhlas adalah kesempurnaan tauhid dalam diri.
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.” Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al Kahfi: 110)
Nah, umat yang baik adalah umat yang seluruh elmen penyusunnya menjadikan keridhoan Allah dan kebaikan di akhirat sebagai orientasi dalam beramal. Semua elemen penyusun umat itu berupaya memurnikan tauhid dan memperbanyak amal dan ibadahnya, menjadikan semua dimensi hidup mereka dalam ekonomi, politik, iptek, budaya sebagai sarana ubudiyah kepada-Nya. Wallahua’lam. []