Oleh: Mahmud Budi Setiawan
Penulis Bina Qolam
SALAH satu kata yang bisa menjelaskan tentang kegigihan dan ketegaran sahabat yang begitu luar biasa dalam memperjuangkan Islam ialah, “Surga”. Kata “surga” yang bahasa al-Qur`annya adalah jannah menjadi magnet yang menarik hati sahabat melakukan perjuangan yang begitu besar.
Tak jarang di banyak kesempatan, Rasulullah memotivasi para sahabatnya dengan kata “surga”. Bahkan secara tegas Rasulullah memberikan rekomendasi dan kesaksian langsung bahwa diantara mereka pasti masuk surga. Misal saja secara kolektif ada istilah al-Asyratu al-Mubassyaruuna bi al-Jannah (sepuluh orang yang diberi kabar gembiri masuk surga).
BACA JUGA: Menjadi Milenial Perindu Surga
Sepuluh orang itu ialah: Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, Abdurrahman bin `Auf, Sa`ad bin Abi Waqash, Sa`id bin Zaid dan Abu `Ubaidah bin al-Jarraah. Ada juga yang secar personal seperti: Bilal, Ukaasyah, `Umair bin al-Humaam dan lain sebagainya.
Begitu dahsyatnya kekuatan kata “surga” hingga membuat orang seperti, Bilal, Ummu Haaritsah, Sumayya, Yasir begitu sabar menghadapi penyiksaan dan kesusahan yang ditimpakan oran-orang kafir. Kata “surga” menjadikan sahabat seperti Umair bin al-Humaam, Umair bin Abi al-Waqash, Saad bin Khaitsamah, dan Haritsah bin Suroqoh seolah memiliki semangat ganda dalam berjuang karena termotivasi.
Kata “surga” seakan menjadi surplus keimanan para sahabat hingga membuat mereka tak gentar dalam berjuang. Bahkan kata “surga” dapat membuat sahabat melakukan hal yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata.
Apa salah menginginkan surga? Keinginan demikian tentu sama sekali tak salah. Tapi tetap saja yang dijadikan acuan utama dalam beramal adalah ridha Allah. Karena mereka menginginkan ridha Allah, dan Allah menjanjikan surga maka di sini titik temu antara keinginan mereka mendapatkan ridha Allah dan surga.
Bias-bias egoisme pribadi, ambisi-ambisi individu yang superfisial dan meterialistik lebur pada keinginan mereka mendapat ridha Allah. Jadi antara keinginan mendapat surga dengan idealismu untuk berjuang mendapat ridha Allah sama sekali tak bertentangan, karena surga sejatinya sebagai balasan bagi mereka yang berjuang dengan ikhlas menggapai ridha Allah.
Ketika perang Badar sedang berkecamuk, Rasulullah bersabda: “bangkitlah kalian menuju surga yang luasnya seperti langit dan bumi” Mendengar sabda Rasulullah, Umair bin al-Humaam merasa kagum dan penuh keheranan: “benarkah luasnya surga seperti langit dan bumi?” Rasul menjawab: “ya”.
Umair makin kagum penasaran sembari mengucap bakh bakh (ungkapan takjub seperti wow, aduhai). “Mengapa engkau berkata begitu?” tanya Rasulullah. Umair langsung menjawab: aku berkata begitu karena sangat berharap mendapatkannya” Rasul bersabda: “engkau termasuk penghuninya”.
Mendengar kata itu Umair langsung membuang kurma yang ada di tangannya kemudian berkata: jika aku hidup sampai aku memakan kurmaku ini maka itu merupakan kehidupan yang lama (sebagai gambaran akan keinginan yang begitu kuat terhadap surga hingga waktu beberapa detik makan kurma dianggap sangat lama). Tak lama setelah itu ia berjuang di medan laga hingga wafat tercatat sebagai syahid.
BACA JUGA: Berobat dan Sabar Bisa Mengantarkan Anda ke Surga
Alangkah indahnya bila kita mendapat jaminan masuk surga sebagaimana Umair bin al-Humaam dan sahabat-sahabat lainnya. Namun jaminan itu bukanlah diperoleh dengan harga yang murah. Mereka rela sengsara, susah, nelongsho, sakit demi memperjuangkan kebenaran Islam.
Dalam bahasa Arab ada ungkapan: al-jazaa` min jinsi al-amal (balasan itu seimbang dengan amal yang dilakukan) artinya semakin besar perjuangan dan pengorbanan maka makin besar balasan yang akan diterima. Apalah artinya kemewahan-kemewahan dunia dibanding dengan surga yang luasnya bak langit dan bumi.
Namun sekali lagi itu tak mudah. Semakin kita berkeinginan keras mendapatkan surga, maka semakin kita dituntut berjuang dengan keras dan penuh pengorbanan. Semakin besar pengorbanan yang dilakukan, semakin besar pula peluang menuju surga. Bila sudah demikian, surgapun kan merindukan kita. []