AMMAN—Raja Abdullah dari Yordania, Minggu (21/1/2018), mengatakan Yerusalem Timur harus menjadi ibu kota negara Palestina masa depan. Ini merupakan ungkapan keprihatinannya atas keputusan Amerika Serikat (AS) mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Dalam sambutannya pada pertemuan dengan Wakil Presiden Amerika Serikat  Mike Pence di Amman, raja dengan latar belakang militer itu mengatakan satu-satunya solusi untuk konflik Israel-Palestina adalah solusi dua negara.
Merunut pada sejarah, krajaan Yordania pun memainkan peran penting dalam percaturan politik kawasan. Jordania kehilangan Yerusalem Timur dan Tepi Barat pada Israel selama perang Arab-Israel 1967.
“Bagi kami, Yerusalem adalah kunci bagi umat Islam dan Kristen, seperti juga Yahudi. Ini adalah kunci perdamaian di wilayah ini dan kunci untuk memungkinkan umat Islam untuk secara efektif melawan beberapa akar penyebab radikalisasi kami,” kata Raja Abdullah.
Pengakuan Amerika Serikat atas klaim Israel terhadap Yerusalem sebagai ibu kotanya mengingkari kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang telah berlangsung selama beberapa dasawarsa. Kebijakan awal tersebut  menyebutkan bahwa status kota itu harus diputuskan dalam negosiasi dengan Palestina yang menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depan mereka.
Kunjungan Pence ke beberapa negara di kawasan Timur Tengah sendiri telah ditolak oleh ottoritas Palestina sebagai bentuk kekecewaan dan protes mereka atas sikap AS yang dinilai berat sebelah.
Setelah pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel, AS juga mengumumkan tentang pemindahan kedubesnya dari Tel Aviv ke Yerusalem. Belum lama ini, AS juga mengumumkan penahanan dana 65 juta dolar dari 125 juta dolar AS untuk UNRWA. Langkah AS tersebut telah memicu protes dan menimbulkan konflik di berbagai belahan dunia. []
SUMBER: Middle East Monitor (MEMO)