BULAN Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an, sebagaimana disebutkan dalam surah al-Baqarah ayat 185:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
Artinya: “Bulan Ramadhan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan yang sangat jelas mengenai petunjuk tersebut dan pembeda (antara yang haq dan yang batil)”
Di awal surah al-Qadr, disebutkan lebih spesifik lagi bahwa Al-Qur’an diturunkan di malam al-Qadr:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
Artinya: “Sesungguhnya Kami (Allah) menurunkannya (Al-Qur’an) di malam kemuliaan.”
BACA JUGA: Seorang Muslim yang Khatam Alquran di Bulan Ramadhan
Dalam Shahih Bukhari disebutkan bahwa malam al-Qadr itu ada di salah satu malam di antara malam-malam ganjil pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.
Dalam tafsir Ibn Katsir, diriwayatkan bahwa Ibn ‘Abbas radhiyaLlahu ‘anhuma menyatakan bahwa Al-Qur’an diturunkan sekaligus ke langit dunia pada bulan Ramadhan, di malam al-Qadr. Kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam selama lebih dari 20 tahun.
Sedangkan menurut Syaikh Muhammad ‘Ali al-Hasan, penulis kitab al-Manar fii ‘Uluumil Qur’an, yang dimaksud dengan diturunkannya Al-Qur’an di bulan Ramadhan adalah diturunkannya awal Al-Qur’an, yaitu surah al-‘Alaq ayat 1-5, kepada Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam.
Kesimpulannya, semua ulama sepakat bahwa Al-Qur’an diturunkan di bulan Ramadhan, di malam al-Qadr (kemuliaan). Mereka hanya berbeda pendapat, apakah yang dimaksud adalah turunnya seluruh Al-Qur’an secara langsung dari Lauhul Mahfuzh ke langit dunia, atau turunnya awal al-Qur’an kepada Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam.
Bagaimana Kita Memaknai Diturunkannya Al-Qur’an di Bulan Ramadhan?
Memaknai diturunkannya Al-Qur’an di bulan Ramadhan tidak cukup hanya dengan melakukan peringatan nuzulul Qur’an secara seremonial. Memaknai diturunkannya Al-Qur’an harus dengan memahami tujuan diturunkannya Al-Qur’an bagi umat manusia.
Surah al-Baqarah ayat 185 telah menunjukkan kepada kita tujuan diturunkannya al-Qur’an. Al-Qur’an adalah petunjuk bagi manusia, penjelasan yang terang dan sangat jelas, serta pembeda antara yang haq dan yang bathil, antara yang halal dan yang haram.
BACA JUGA: Inilah Dalil Perintah Puasa dalam Alquran dan Hadis
Al-Qur’an diturunkan untuk menjadi pedoman hidup bagi umat manusia. Untuk menjadi way of life. Jika tidak ingin tersesat dalam kehidupan dunia, ikutilah al-Qur’an (dan juga as-Sunnah).
Imam Malik, dalam kitab al-Muwaththa, meriwayatkan sebuah hadits dari Rasulullah (Hadits ini di-hasan-kan oleh al-Albani dalam kitab Misykatul Mashabih):
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
Artinya: “Aku tinggalkan dua perkara bagi kalian, yang jika kalian berpegang pada keduanya, kalian tidak akan tersesat selamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.”
Jadi, memaknai diturunkannya al-Qur’an harus dengan menjadikan Al-Qur’an (dan As-Sunnah) sebagai petunjuk hidup, sebagai pedoman untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan oleh kita.
Tidak Boleh Menerima Sebagian Isi Al-Qur’an dan Menolak Sebagian yang Lain
Kita diwajibkan untuk mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah secara keseluruhan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surah an-Nisa ayat 59:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan ulil amri di antara kalian. Kemudian jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.”
Kita wajib mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah secara keseluruhan, tanpa membeda-bedakan satu perintah dengan perintah yang lain. Ketika Allah mewajibkan puasa bagi kita, kita laksanakan. Ketika Allah mewajibkan shalat dan zakat, kita jalankan. Ketika Allah mengharamkan riba kita terima. Ketika dalam hadits disebutkan bahwa umat Islam wajib menutup aurat di tempat umum dan aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua tapak tangan, kita terima.
Pertanyaannya, mengapa orang-orang saat ini membedakan hal ini?
Contoh yang sangat jelas adalah mengapa orang-orang saat ini membedakan perintah Allah dalam surah al-Baqarah 183 (tentang puasa) dan al-Baqarah 178 (tentang kewajiban qishash dalam pembunuhan), padahal bentuk seruannya sama, redaksi pewajibannya pun sama. Dan ulama fiqih pun sepakat bahwa keduanya wajib dijalankan.
Mari kita cek redaksi dua ayat tersebut.
BACA JUGA: Cara Cerdas Khatam Alquran di Bulan Ramadhan
QS. Al-Baqarah 183:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ
Artinya: “Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa.”
QS. Al-Baqarah 178:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى
Artinya: “Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kalian menerapkan qishash dalam pembunuhan.”
Inilah keanehan sebagian umat Islam saat ini.
Semoga momentum Ramadhan tahun ini menjadi titik balik mereka, tidak lagi memilih dan memilah ayat-ayat Al-Qur’an, yang disukai diamalkan, sedangkan yang dibenci diabaikan. Semoga kita semua, umat Islam, bisa menjadi muslim yang kaffah, muslim yang ketika menerima perintah Allah dan Rasul-Nya berkata sami’naa wa atha’naa.
Web: Abufurqan.net
Facebook: Muhammad Abduh Negara