Oleh: Arya Noor Amarsyah
NAMANYA Demba Ba. Dia pemain sepakbola untuk negara Senegal. Setiap berhasil menyarangkan bola ke gawang lawan, dia senantiasa melakukan sujud syukur. Dia memang seorang muslim. Semangat ke-Islamannya memang luar biasa.
Selain sebagai pemain nasional Senegal, Demba Ba juga pernah main untuk klub Chelsea. Sebelum masuk ke klub Chelsea, ada sebuah peristiwa yang luar biasa. Demba Ba baru akan masuk klub Chelsea, setelah manajemen klub mau menerima syarat-syarat yang diajukannya. Syarat yang diajukannya, dia mendapat jaminan memperoleh makanan halal dan disediakan waktu serta tempat untuk menunaikan shalat dan berdoa.
Syarat yang diajukannya ini disetujui klub Chelsea. Jika dipikir-pikir, syarat yang diajukan Demba Ba, penuh resiko. Bagaimana jika pihak klub Chelsea menolak syarat yang diajukan Demba Ba? Tentu, transaksi diantara mereka gagal. Itu berarti karier Demba Ba di klub Chelsea gagal. Tapi justru risiko itulah yang dipilih Demba Ba.
Di suatu bulan Ramadhan di tahun 2012 silam, Demba Ba kembali menunjukkan sikapnya yang patut diacungkan jempol.
“Setiap ada manajer yang tidak senang aku berpuasa, aku bakal memastikan performaku tetap baik dan tetap bisa dimainkan. Jika tidak, mereka bebas membangkucadangkan aku,” ujar Ba.
Sebenarnya setiap muslim dididik menjadi pribadi-pribadi yang tangguh. Menjadi pribadi yang lebih mementingkan perintah Allah. Menjadi pribadi yang tidak takut kehilangan karier, demi menjalankan perintah Allah.
Salah satunya di bulan Ramadhan ini. Di bulan Ramadhan, kaum muslimin dididik untuk menjadi yang hebat. Di siang hari bulan Ramadhan, kaum muslimin dilarang –salah satunya dilarang makan dan minum. Makan dan minum merupakan perbuatan yang mubah (perbuatan yang diperbolehkan oleh Allah).
Jika di bulan Ramadhan, kaum muslimin mampu untuk meninggalkan perbuatan yang mubah, perbuatan yang diperbolehkan Allah, maka mereka tentunya lebih mampu lagi untuk meninggalkan perbuatan yang diharamkan atau yang dilarang oleh Allah.
Sebagai ilustrasi ada seorang anak yang diizinkan oleh ibunya untuk memakan semua makanan yang ada di meja, kecuali makanan yang berbahaya bagi kesehatan.
Mendengar ini, si anak segera mengambil berbagai makanan yang diizinkan ibunya. Dia tidak memikirkan lagi makanan yang berbahaya bagi kesehatan. Karena makanan yang dibolehkan jumlahnya lebih dari cukup.
Ketika bulan Ramadhan tiba, si ibu mengatakan, “Sekarang bulan Ramadhan, kita dilarang Allah untuk makan dan minum, termasuk makanan yang kemarin ibu izinkan kamu untuk memakannya.”
Si anak pun menuruti nasihat ibunya. Di luar bulan Ramadhan saja, si anak mampu meninggalkan makanan yang berbahaya. Karena makanan yang dibolehkan lebih dari cukup. Begitu bulan Ramadhan tiba, si anak bukan saja meninggalkan makanan yang berbahaya, tapi dia juga meninggalkan makanan yang diizinkan oleh ibunya.
Oleh karena itu, kaum muslimin logikanya lebih kuat untuk meninggalkan makanan yang haram, karena pendidikan bulan Ramadhan.
Wajar bila para sahabat Rasulullah di luar bulan Ramadhan mampu meninggalkan hal-hal yang mubah. Dari sepuluh hal-hal yang mubah, para sahabat hanya memilih 2 hal yang mubah. Selebihnya mereka melakukan perbuatan yang wajib dan sunnah. Mereka meninggalkan hal yang mubah, bukan karena mengharamkan hal yang mubah. Tapi mereka lebih mengutamakan hal yang wajib dan sunnah.
Semoga kita berhasil lulus dari pendidikan Ramadhan kali ini. []