Oleh: Ustadz Felix Y Siauw
ALLAH berfirman, “Karena itu, siapa diantara kalian yang menyaksikan bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu” – QS 2: 185.
Perhatikan, Allah berfirman “فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ ” yakni “siapa diantara kalian yang menyaksikan bulan itu”. Berarti bukan hanya sekedar melihat Ramadhan, tapi menyaksikan.
Bersaksi itu adalah hal yang kita lakukan setelah kita melakukan pembuktian dan memiliki ilmu tentangnya. Sebagaimana ketika kita bersaksi dengan dua kalimat syahadat.
Allah ingin memberikan sebuah pengertian bagi kita, bahwa Ramadhan sendiri seolah sebuah mukjizat yang kita saksikan, yakni sebuah bulan yang sangat agung.
Maka ketika kita sudah mengilmui, dan membuktikan tentang keagungan Al-Qur’an, kita akan sangat terpesona dengan Ramadhan, seolah-olah kita menyaksikan keajaiban.
Maka puasa tidaklah memberatkan bagi mereka yang sudah “menyaksikan” bulan Ramadhan, sebab puasa bagi mereka adalah hal lumrah saat sudah mengalami ajaibnya Ramadhan.
Tidak lagi ada kata-kata, “Perasaan baru kemarin deh Ramadhan”, atau “Kok cepet banget Ramadhan lagi?”. Mengapa? Sebab mereka identikkan Ramadhan dengan beban.
Alhamdulillah, yang Ramadhan hantarkan pada kita itu jauh lebih banyak daripada yang mampu kita pinta. Karena itulah kita dilatih tidak menyibukkan diri pada makan, minum dan lainnya.
Shaum itu tidak hanya mengosongkan perut, tapi juga membuat hati kita lebih bersih dan luang serta lapang. Untuk menampung segala limpahan karunia Allah di bulan mulia ini. []