RASA malu merupakan sifat yang harus dimiliki dan dijaga karena itu merupakan fitrah sekaligus salah satu akhlak mulia.
Dalam sebuah kesempatan Rasulullah SAW bertemu seorang dari Ansar yang sedang menasihati saudaranya yang pemalu. Mendengar itu, Rasulullah SAW bersabda, “Biarkan dia demikian, karena rasa malu itu bagian dari iman.” (HR Bukahri-Muslim)
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW juga bersabda, “Rasa malu tidak pernah mendatangkan kecuali kebaikan.” (HR Bukhari-Muslim).
Rasa malu itu baik. Namun, kerap kali disalahartikan. Lebih parah lagi, disepelekan, sehingga perlahan rasa malu itu disingkirkan dan hilang. Padahal Imam Ibn Majah telah menyebutkan sebuah hadis yang menggambarkan betapa rasa malu harus dibudayakan demi keselamatan sebuah bangsa.
BACA JUGA: 3 Rasa Malu yang Harus Melekat pada Diri Seseorang
Dalam hadis tersebut Rasulullah SAW bersabda:
“Jika Allah SWT ingin menghancurkan sebuah kaum, dicabutlah dari mereka rasa malu. Bila rasa malu telah hilang maka yang muncul adalah sikap keras hati. Bila sikap keras hati membudaya, Allah mencabut dari mereka sikap amanah (kejujuran dan tangung jawab).
Bila sikap amanah telah hilang maka yang muncul adalah para pengkhianat. Bila para mengkhianat merajalela Allah mencabut rahmat-Nya. Bila rahmat Allah telah hilang maka yang muncul adalah manusia laknat. Bila manusia laknat merajalela Allah akan mencabut dari mereka tali-tali Islam.” (HR Ibnu Majah)
Syekh Muhammad Al Ghazali berkata dalam bukunya Khuluq Al Muslim, menerangkan hadis tersebut.
“Bila seorang tidak mampunyai rasa malu dan amanah, ia akan menjadi keras dan berjalan mengikuti kehendak hawa nafsunya. Tak peduli apakah yang harus menjadi korban adalah mereka yang tak berdosa. Ia rampas harta dari tangan-tangan mereka yang fakir tanpa belas kasihan, hatinya tidak tersentuh oleh kepedihan orang-orang lemah yang menderita. Matanya gelap, pandangannya ganas. Ia tidak tahu kecuali apa yang memuaskan hawa nafsunya. Bila seorang sampai ke tingkat prilaku seperti ini, maka telah terkelupas darinya fitrah agama dan terkikis habis jiwa ajaran Islam.” (Khuluq Al Muslim, hal. 171)
Demikian lah pntingnya rasa malu bagi manusia.
BACA JUGA: Jika Rasa Malu Telah Tercerabut, Tunggulah Kebinasaan
Ibnu Qayyim membagi rasa malu ini ke dalam 5 kategori. Dikutip dari Ensiklopedi Akhlak Rasulullah Jilid 2 karya Syekh Muhammad Al-Mishri, berikut ini 5 kategori malu tersebut:
1 Malu bertindak jahat
Hal ini seperti yang dilakukan Wahsyi, pembunuh Hamzah ketika ia bertemu dengan Rasulullah SAW. Ia berkata:
فَكُنْتُ أَبْتَعِدُ عنْ طَرِيقِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم حيثُ كَانْ، كَيْ لا يَرَانِي حتَّى قَبَضَهُ اللهُ إلَيْهِ
“Aku selalu menghindar dari Rasulullah di mana pun beliau berada, agar beliau tidak melihatku hingga Allah memanggilnya.” (HR Al-Bukhari)
2 Malu karena merasa lemah
Malu seperti ini adalah malu yang dicontohkan para malaikat yang selalu bertasbih siang dan malam tanpa merasa bosan.
Saat Hari Kiamat datang, mereka akan berkata, “Mahasuci Engkau, wahai Tuhan, kami tidaklah beribadah kepada-Mu dengan benar.”
3 Malu karena penghormatan
Malu jenis ini disebut juga malu karena makrifat terhadap Allah SWT. Hal ini bermakna sejauh mana makrifat seseorang terhadap Tuhannya, sejauh itu pula dia akan malu kepada-Nya. Salah satu contohnya adalah malunya Amru bin Al-Ash.
Hal itu terbukti ketika dia berkata, “Demi Allah, dulu orang yang paling aku benci adalah Rasulullah SAW. Namun, ketika aku memeluk Islam, tidak ada seorang pun yang lebih aku cintai daripada beliau. Tidak ada seorang pun yang lebih terhormat di mataku kecuali beliau. Seandainya aku diminta untuk menggambarkan tentang beliau kepada kalian, niscaya aku tidak akan mampu melakukannya. Sebab, aku tak pernah memandang beliau dengan sepenuh mata lantaran aku malu kepada beliau.” (HR Ahmad 17326).
BACA JUGA: Manusia Hidup dalam Kebaikan Selama Ia Merasa Malu
4 Malu karena segan
نْ عَلِي رضي الله عنه، قَالَ: كُنْتُ رَجُلاً مَذَّاءً وَكُنْتُ اسْتَحْيِي أَنْ أَسْأَلَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم لِمَكَانِ ابْنَتِهِ، فَأَمَرْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ الأَسْوَدِ. فَسَأَلَهُ فَقَالَ: “يَغْسِلُ ذَكَرَهُ، وَيَتَوَضَّأُ”
Ali meriwayatkan, ia berkata, “Aku laki-laki yang sering mengeluarkan madzi. Aku meminta Miqdad untuk menanyakan hal itu kepada Nabi. Dia pun bertanya kepada beliau. Nabi SAW menjawab, “Cukup dengan wudhu.” (HR Bukhari 132 Bab Al-‘Ilm)
5 Malu kepada diri sendiri
Rasa malu seseorang kepada dirinya sendiri adalah rasa malu dari jiwa yang mulia dan agung. Rasa ini juga muncul karena kerelaannya terhadap kelalaian yang dilakukannya.
Orang seperti ini, jiwanya merasa malu kepada jiwanya sendiri sehingga seolah-olah dia memiliki dua jiwa di mana salah satunya merasa malu kepada yang lainnya.
Inilah rasa malu yang paling sempurna. Jika seorang hamba merasa malu kepada dirinya, rasa malunya kepada orang lain akan jauh lebih besar.” (Madarij As-Salikin (2/272-274) []
Referensi: Ensiklopedi Akhlak Rasulullah Jilid 2/Karya: Syekh Muhammad Al-Mishri/Penerbit: Pustaka Al-Kautsar