SUATU hari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam datang kepada Fadhl bin Abbas dalam keadaan panas tinggi. Kepalanya dibalut kain basah, kemudian Rasulullah berkata kepada Fadhl, “Peganglah tanganku Fadhl.”
Fadhl memegang tangan Rasulullah, kemudian Rasulullah duduk di mimbar dan berkata, “Fadhl, panggilah para sahabat!”
Lalu Fadhl menyeru, “Shalat… shalat!”
Para sahabat pun berkumpul. Lalu Rasulullah berdiri untuk berkhutbah. Beliau bersabda, “Wahai sekalian manusia, saat perpisahan telah dekat. Kalian tidak akan melihatku lagi di tempat ini. Tidak ada seorang pun yang bisa menggantikan diriku kecuali aku sendiri yang menunaikannya. Jika ada yang pernah kupukul punggungnya, inilah punggungku, silahkan ia membalas.
BACA JUGA: Cintanya Rasulullah kepada Hasan dan Husen
“Jika ada hartanya yang pernah kuambil, inilah hartaku, silahkan diambil. Jika ada yang pernah kuhinakan kehormatannya, silahkan balas juga. Jangan sampai ada di antara kalin yang berkata, ‘Aku takut dimusuhi Rasulullah.’ Sungguh permusuhan bukanlah sifatku dan bukan akhlakku. Orang yang paling aku cintai adalah yang mengambil haknya yang wajib aku bayarkan padanya, atau ia halalkan bagiku, sehingga kelak aku berjumpa dengan Allah dalam kondisi tidak melakukan kedzoliman kepada siapa pun.”
Tiba-tiba ada seorang sahabat yang berdiri, “Wahai Rasulullah, engkau mempunyai hutang kepadaku tiga dirham.”
Rasulullah menjawab, “Aku tidak bermaksud untuk tidak mempercayaimu dan tidak memintamu untuk bersumpah. Akan tetapi, kapan aku meminjamnya darimu?”
Orang tersebut berkata, “Apakah kau tak ingat tatkala ada seorang pengemis lewat dan engkau memintaku untuk memberinya tiga dirham?”
Rasulullah berkata, “Berikanlah uangnya, Fadhl.”
Kemudian Rasulullah kembali berkata, “Barang siapa yang pernah mengambil harta ghanimah sebelum adanya pengembalian, maka kembalikanlah.”
Seseorang berdiri seraya berkata, “Wahai Rasulullah sesunggunya aku pernah mengambil ghanimah tersebut tiga dirham.”
Rasulullah bertanya, “Mengapa engkau mengambilnya?”
“Karena aku sangat membutuhkannya.”
“Ambilah harta itu, Fadhl!.”
Rasulullah berakata lagi, “Barangsiapa yang memiliki keinginan, berdirilah, aku akan berdo’a untuknya.”
Seorang sahabat bernama Ukasyah bin Muhshan berdiri dan berkata, “Wahai Rasulullah do’akan aku agar aku bisa bersamamu kelak di surga.”
Rasulullah mendo’akannya dan berkata kepadanya, “Bantulah aku untuk mewujudkan permintaanmu itu dengan cara memperbanyak sujud.”
Kemudian, ada orang lain lagi yang berdiri dan berkata, “Wahai Rasulullah aku ingin bersamamu kelak di surga.”
BACA JUGA: Ketika Rasulullah Menangis karena Rindu
Rasulullah berkata, “Engkau telah didahului oleh Ukasyah.”
Kemudian ada lagi yang berdiri dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku orang munafik, aku seorang pendusta. Dan aku banyak tidur.”
Lalu Umar berkata, “Celakalah engkau, Allah telah menutup aibmu.”
Rasulullah berkata, “Biarkan, Wahai Ibnu Al-Khathab, terbukanya aib di dunia lebih baik daripada terbukanya di akhirat. Ya Allah, karuniakanlah kepadanya kejujuran dan iman, jauhkan ia dari tidur jika ia mau.” []
Sumber: Nabi Muhammad di Hati Sahabat/ Penulis: Walid al-A’zhami/ Penerbit: Qalam/ 2016