MASYARAKAT pada umumnya ketika bulan Sya’ban tiba, melakukan puasa sunnah Nisfu Sya’ban. Namun, adakah puasa sunnah Nisfu Sya’ban itu sendiri? mari kita bahas.
Ternyata Kita dianjurkan memperbanyak puasa selama bulan sya’ban. A’isyah radliallahu ‘anha mengatakan,
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ
“.. saya tidak pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan, saya juga tidak melihat beliau berpuasa yang lebih sering ketika di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari 1969 dan Muslim 782).
Dalam hadis lain, dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma, bahwa beliau pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
BACA JUGA:
Mengapa Rasulullah Memperbanyak Puasa di Bulan Sya’ban?
Wahai Rasulullah, saya belum pernah melihat anda berpuasa dalam satu bulan sebagaimana anda berpuasa di bulan Sya’ban. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Ini adalah bulan yang sering dilalaikan banyak orang, bulan antara Rajab dan Ramadhan. Ini adalah bulan dimana amal-amal diangkat menuju Rab semesta alam. Dan saya ingin ketika amal saya diangkat, saya dalam kondisi berpuasa.” (HR. Ahmad 21753, Nasa’i 2357, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
Jika kita perhatikan dari semua hadis di atas, kita menyimpulkan bahwa puasa sya’ban yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah puasa sebulan penuh. Bukan khusus di pertengahan bulan sya’ban. Orang yang secara sengaja mengkhususkan puasa hanya di nishfu sya’ban, sementara dia tidak puasa di tanggal-tanggal yang lain, tidak sesuai dengan praktek Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas.
Hadis Khusus Anjuran Puasa Nisfu Syaban
Terdapat satu hadis khusus yang menganjurkan untuk berpuasa ketika nisfu syaban, hanya saja pakar hadis menilai hadis ini sebagai hadis lemah. Hadis itu menyatakan,
إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا، فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَقُولُ: أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلَا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا، حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
“Jika masuk malam pertengahan bulan Sya’ban maka shalat-lah di malam harinya dan berpuasalah di siang harinya. Karena Allah turun ke langit dunia ketika matahari terbenam. Dia berfirman: Mana orang yang meminta ampunan, pasti Aku ampuni, siapa yang minta rizki, pasti Aku beri rizki, siapa…. sampai terbit fajar.”
Status Hadis:
Hadis ini diriwayatkan Ibn Majah dalam Sunannya no 1388. Dari jalur Ibnu Abi Sabrah dari Ibrahim bin Muhammad, dari Mu’awiyah bin Abdillah bin Ja’far.
Para pakar hadis mempermasalahkan Ibnu Abi Sabrah.
Kata al-Haitami:
أبو بكر ابن أبي سبرة وهو متروك
Abu Bakr Ibnu Abi Sabrah, perawi yang ditinggalkan. (Majma’ Zawaid, 1/213).
Fuad Abdul Baqi menukil keterangan Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in tentang Ibnu Abi Sabrah,
قال فيه أحمد بن حنبل وابن معين يضع الحديث
Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in menilai Ibnu Abi Sabrah: Dia telah memalsu hadis. (Ta’liq ‘ala Sunan Ibnu Majah, 1/444).
Dari keterangan di atas, para ulama menilai hadis di atas sebagai hadis palsu atau lemah sekali, sehingga tidak bisa dijadikan dalil.
Oleh karena itu, tidak ada puasa khusus untuk pertengahan sya’ban. Yang ada adalah memperbanyak puasa selama bulan sya’ban, sebagaimana yang dipraktekkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allahu a’lam.
Sumber: KonsultasiSyari’ah.com