MUSH’AB adalah seorang pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Ia adalah putra dari kalangan keluarga kaya dan terpandang. Orang tuanya adalah pembesar Quraisy. Ibunya bernama Khunais binti Malik seorang wanita yang sangat kaya.
Sejak kecil Mush’ab terbiasa dengan kemewahan dan harta yang berlimpah. Mush’ab adalah orang Makkah yang paling harum sehingga semerbak aroma parfumnya meninggalkan jejak di jalan yang ia lewati.
Ketika berita tentang diutusnya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sebagai Rasul terakhir tersebar di Makkah, Mush’ab ingin mengetahuinya. Diam-diam Mush’ab selalu mengikuti pengajian Rasulullah dan hatinya terketuk untuk memeluk Islam. Mush’ab masuk Islam dengan sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui oleh keluarganya.
BACA JUGA: Hijrah-hijrah yang Dilakukan Nabi dan Para Sahabat
Sungguh sangat disayangkan, usaha Mush’ab menyembunyikan keislamannya diketahui oleh seseorang dan orang tersebut melaporkan perihal keislaman Mush’ab kepada ibunya, Khunais binti Malik. Khunais sangat marah. Ia bersama dengan beberapa pembesar Quraisy mengadili Mush’ab dan memenjarakannya. Namun, Mush’ab berhasil kabur dan ikut berhijrah ke Habasyah.
Pada suatu hari, Khunais menyewa utusan untuk menjemput Mush’ab dan memenjarakannya kembali. Di dalam penjara segala cara dilakukan agar Mush’ab mau meningggalkan agama Islam dan kembali ke agama nenek moyangnya. Namun, semua usaha ibunya tersebut sia-sia. Mush’ab tetap dengan keislamannya.
Ibunda Mush’ab menangis tersedu-sedu “Anakku mengapa engkau sekarang menjadi anak durhaka? Pergilah jauh jika engkau bertahan dengan agama Muhammad. Aku tidak sudi melihatmu! Mulai saat ini aku bukan ibumu lagi,” kata Khunais.
“Ibu, aku sungguh menyayangimu. Marilah kita bersama-sama bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah,” balas Mush’ab yang juga menangis.
Ajakan Mush’ab ditolak mentah-mentah oleh ibunya. Khunais mengusir Mush’ab dari rumahnya dan menghentikan segala pemberian untuk Mush’ab. Khunais tidak rela hartanya dimakan oleh pengikut Muhammad yang dibencinya.
BACA JUGA: Memberi seperti Sahabat Anshar, Menerima seperti Muhajirin
Mush’ab yang sejak kecil hidup dengan kemewahan kini menjadi pemuda yang miskin. Kemewahan yang Mush’ab tinggalkan membuat para sahabat terharu dan menangis menyaksikan Mush’ab yang dulu tampan berpakaian mewah kini menjadi pemuda miskin yang bajunya penuh dengan tambalan.
Ali bin Abi Thalib berkata, “Suatu hari, kami duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid. Lalu muncullah Mush’ab bin Umair dengan mengenakan kain burdah yang kasar dan memiliki tambalan. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya, beliau pun menangis teringat akan kenikmatan yang ia dapatkan dahulu (sebelum memeluk Islam) dibandingkan dengan keadaannya sekarang…” (HR. Tirmidzi) []
Sumber: 77 Cahaya Cinta di Madinah/ Penulis: Ummu Rumaisha/Penerbit: Al-Qudwah Publishing/ Februari, 2015