YANGON–Badan Anak PBB (UNICEF) berusaha membebaskan anak-anak Rohingya yang ditahan militer Myanmar. Menurut informasi dari Reuters pada bulan lalu, yang berasal dari dokumen kepolisian yang tidak pernah dirilis ke publik, terdapat ratusan anak-anak sekitar usia 10 tahun ditahan oleh militer. Mereka dituduh memiliki hubungan dengan pemberontak.
Dalam informasi tersebut juga disampaikan sebanyak 13 remaja di antara lebih dari 400 orang ditangkap sejak 9 Oktober lalu. Ketika gerilyawan menyerang tiga pos perbatasan polisi di utara negara bagian Rakhine di dekat perbatasan dengan Bangladesh, menurut dokumen 7 Maret.
Serangan oleh kelompok pemberontak yang tak diketahui itu berhasil mengguncang kekuasaan Aung San Suu Kyi. Serangan tersebut kemudian mendorong 75 ribu etnis Rohingya mengungsi ke Bangladesh sebelum mendapatkan penganiayaan lagi dari militer Myanmar.
“Masalah ini sedang dibahas di dalam pertemuan tingkat tinggi. Dan UNICEF berharap pihak berwenang mengetahui masalah ini dan prihatin agar segera mengambil tindakan,” ujar Perwakilan UNICEF di Myanmar Bertrand Bainvel, dilansir Reuters, Senin (10/4/2017).
Dalam kunjungan terakhirnya ke Myanmar, Direktur Eksekutif Deputi Justin Forsyth telah mendiskusikan nasib anak-anak tersebut dengan Suu Kyi dan kepala militer Min Aing Hlaing. Namun sampai saat ini tidak ada informasi yang jelas apakah akhirnya anak-anak tersebut sudah dibebaskan.
Pada awal tahun ini PBB telah mengecam tindakan militer Myanmar yang melakukan kekerasan terhadap etnis Rohingya. Di mana Myanmar sedang melangsungkan perlawanan terhadap pemberontak. Tindakan terhadap etnis Rohingya itu dinilai melanggar kemanusiaan. Namun pihak militer membantah tuduhan tersebut. Menurut mereka operasi itu adalah operasi melawan pemberontak yang sah.
Sementara itu negara Asia Tenggara telah meratifikasi konvensi internasional yang meminta perlindungan tambahan bagi anak-anak yang dituduh melakukan kejahatan.
Sedangkan menurut hukum domestik, anak-anak pada usia antara tujuh dan 12 tahun hanya dipidana jika dia cukup dewasa untuk memahami konsekuensi tindakan yang dilakukannya. Adapun dua anak yang ditahan itu berusia kurang dari 12 tahun, dan dua lainnya berusia 13 tahun.
Sumber: Republika