KOPENHAGEN—Ratusan demonstran berkumpul di Ibu Kota Denmark, Kopenhagen, memprotes undang-undang yang melarang burqa. Dalam unjuk rasa tersebut mereka mengenakan burqa dan cadar. Menurut mereka, undang-undang tersebut telah menindas dan melanggar hak-hak wanita Muslim.
Sabina, seorang pengunjuk rasa muslim yang juga berniqab, mengatakan undang-undang tersebut akan berdampak besar bagi hidupnya.
BACA JUGA:Â Daripada Lepas Cadar, Ayesha Haleem Pilih Tinggalkan Denmark
“Setiap kali saya melangkah keluar dari pintu depan saya, saya seorang penjahat. Saya harus tinggal di rumah saya, terisolasi. Saya tidak bisa pergi ke toko kelontong, saya tidak bisa keluar,” kata Sabina.
Dia juga menjelaskan bahwa niqab merupakan hak spiritual bagi setiap muslim. Dia bahkan mengaku, larangan cadar atau penutup wajah yang diidentikan dengan Islam itu, justru membuat keyakinannya semakin teguh.
“Mengenakan ini adalah pilihan spiritual yang penting bagi saya. Dan sekarang ini juga merupakan tanda protes. Setiap kali pemerintah melakukan ini, mereka membuat saya lebih teguh dalam keyakinan saya,” imbuh Sabina.
Dia adalah bagian dari 0,1 % muslim pengguna niqab atau burqa di Denmark yang jumlahnya diperkirakan sekitar 150-200 orang. Sementara, populasi muslim di Denmark sendiri berkisar 5 % dari populasi Denmark sebesar 5,7 juta.
Sasha Andersen, juru bicara kelompok politik Pemberontak Partai yang mengorganisir protes, meminta pemerintah untuk membatalkan larangan itu.
“Ini menggerakkan kita ke arah yang jauh lebih diskriminatif dan membatasi kebebasan orang dengan sesuatu yang biasa seperti pakaian,” katanya.
Barisan pengunjuk rasa lainnya yang berkumpul di Norrebro, sebuah lingkungan yang dikenal karena keragaman budayanya, memenuhi jalan-jalan hingga ke arah kantor Polisi Bellahoej yang kurang dari satu mil jauhnya. Mereka berteriak: “Tidak ada rasis di jalan-jalan kami.”
Undang-undang larangan cadar di Denmark disahkan pada bulan Mei lalu dan mulai berlaku pada hari Rabu waktu setempat. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan adanya denda USD157 hingga USD1.565 bagi mereka yang kedapatan menggunakan penutup wajah di depan umum.
Martin Henriksen, seorang anggota parlemen dari Partai Rakyat Denmark yang mengusulkan larangan itu, mengatakan undang-undang tersebut sudah tepat.
“Burka dan niqab adalah bentuk ekstremisme yang paling murni. Ini adalah pertarungan fundamentalisme. Sebagai sebuah masyarakat, kami menunjukkan apa yang kami mau terima,” ucapnya, “Kami percaya ini adalah langkah penting bagi negara kami dan kami berharap ini akan menginspirasi negara lain untuk melakukan hal yang sama. Ini tidak dapat didamaikan dengan budaya dan nilai-nilai Denmark.”
Namun, larangan itu mendapat protes keras, karena bahasa yang tidak jelas. Dalam undang-undang itu disebutkan larangan mencangkup semua penggunaan penutup wajah di depan umum. Padahal, pendukungnya dengan jelas menyatakan bahwa target sebenarnya adalah cadar wajah Islam. Namun, dalam undang-undang tersebut, apa pun bentuk penutup wajah seperti topeng ski dan janggut palsu hingga syal yang menutupi wajah bisa dianggap ilegal.
BACA JUGA:Â Denmark Rencanakan Larangan Cadar
Polisi mengatakan mereka tidak akan memberlakukan larangan itu selama protes hari Rabu (1/8/2018) karena orang memiliki hak untuk berdemonstrasi.
Dengan disyahkannya undang-undang anticadar tersebut, Denmark diketahui bergabung dengan beberapa negara Eropa lain yang membatasi penutup wajah.
Perancis melarang cadar pada tahun 2011, sementara Belgia, Austria, Belanda, dan bagian dari Swiss membatasinya di sejumlah tempat. Sedangkan, negara-negara Eropa lainnya masih memperdebatkan masalah ini. []
SUMBER: CNN | THE GUARDIAN