CINTA menuai berkah tidak selalu pada mekarnya bunga bahagia, rimbunnya daun rindu, dan harumnya putik asmara. Tapi pada keringnya ranting, gugurnya daun, kerdilnya pucuk, dan layunya bunga, juga tersemai bahagia. Ada berkah di sana.
Cinta itu menuai berkah bukan pada kondisinya, tapi pada sikap kita menghadapi kenyataan, syukur dan sabar yang tercermin dalam kehidupan.
BACA JUGA: Bagaimana Cara Membuat Anak Cinta Nabi?
Syukur saat bunga cinta tumbuh subur yang terlihat dari kokohnya ranting, rimbunnya daun, ranumnya pucuk, dan mekarnya bunga. Sabar saat bunga cinta dilanda kemarau duka yang terlihat dari keringnya ranting, gugurnya daun, kerdilnya pucuk, dan layunya bunga.
Dalam sabar dan syukur ada buah pahala yang manis rasanya. Tersemai berkah di sana melalui keyakinan, ketegaran, dan optimis yang terukir dalam hati, terucap dengan lisan, dan tampak dalam perbuatan.
Bila selama ini cinta menyala karena berseminya bunga bahagia, lihat bagaimana saat duka mengguncang kehidupan bersama. Lihat bagaimana sikap pasangan kita saat sakit menimpa, kesulitan ekonomi, terjerat utang, tidak punya pekerjaan, keluarga meninggal dunia, dan kesulitan menghimpit kehidupan.
Masihkah ada cinta di sana? Atau cinta kian redup seiring menurunnya kesehatan, sedikitnya harta, sempitnya keadaan?
Cinta bukan sekadar canda tawa, tapi juga tangis berderai air mata. Bukan hanya debar-debar bahagia, tapi juga sedih menyesak dada. Ya, cinta bukan sekadar merayakan kesenangan, tapi perjuangan mengokohkan kebersamaan.
BACA JUGA: Berani Mencintai, Bernyali Menikahi
Di sinilah ketulusan cinta suami istri teruji; keikhlasannya, kedewasaannya, dan tanggungjawabnya. Kesetiaan cinta suami istri terlihat dari sikapnya menghadapi suka duka hidup bersama. Keyakinan, ketulusan, dan senyuman untuk saling menguatkan.
Cinta kita tak selalu serba ada, hati lapang menerima bahagia lebih terasa. Kuncinya, niatkan menikah sebagai ibadah kepada Allah dalam rangka memuliakan sunnah Rasulullah SAW. Wallahu’alam. []