Oleh: Kaka Samiha
SAYA sedang bersiap pergi ke kampus. Sebelum berangkat, saya mengecek pesan instant. Ternyata ada pesan masuk dari Ibu Aisyah. “Innalillahi wa Innailaihi Raajiun,” ucap saya saat membaca pesan dari Ibu Aisyah yang mengabarkan bahwa suaminya meninggal.
Segera saya bergegas pergi ke tempat Ibu Aisyah untuk takziah. Saya lumayan mengenal Ibu Aisyah, sehingga saya menyempatkan duduk dan menghampiri Ibu Aisyah yang sedang berduka.
Ibu Aisyah menceritakan kesedihannya kepada saya.
“Saya berdoa agar Allah menyembuhkan bapak pada akhir april ini,” ucap Ibu Aisyah.
“Tetapi saat itu bapak mendadak kambuh dan harus dilarikan ke rumah sakit. Bahkan harus dirawat di ruang ICU,” ujar Ibu Aisyah lagi sambil menangis.
“Saya berbaik sangka. Karena doa saya itu agar bapak sembuh total di akhir april ini, namun Allah memanggilnya lebih cepat. Mungkin inilah kebaikan bagi kami semua. Bukan mungkin, tapi inilah yang terbaik. Karena bagi Allah sembuh total itu adalah dengan cara Dia memanggil Bapak. Berbeda dengan maksud saya bahwa sembuh total itu, ya sembuh. Bapak bisa berjalan, bisa berbicara dengan jelas bahkan bisa beraktivitas kembali.”
Saya hanya mendengarkan.
Lamat-lamat terdengar kembali suara Ibu Aisyah berujar, “Saya ikhlas, karena rencana Allah pasti jauh lebih indah daripada rencana kita yang terindah.”
Sepulang takziyah, saya merenung. Demikianlah urusan semua orang mukmin, betapa menakjubkannya. Bahkan sebuah musibah pun menjadi sebuah pelajaran yang luar biasa berharga. []