Oleh: Imam Shamsi Ali
Presiden Nusantara Foundation
PADA bagian ke empat ditekankan berapa similaritas antara pengikut nabi Musa dan umat Muhammad itu sangat dekat. Siapapun jika mengesampingkan sesaat “political dispute” kedua umat ini, khususnya dalam isu Palestina dan Israel, akan mengakui kesamaan-kesamaan itu.
Kedekatan itu baik dalam nuansa positif juga boleh jadi pada nuansa negatif. Keimanan setengah hati, ketidak seriusan dalam hukum, hingga kepada kelicikan bahkan pengkhianatan kepada kebenaran itu juga harus diakui.
Itulah salah satu jawaban kenapa kisah Musa dan Bani Israel berulang kali disebutkan dalam berbagai tempat dalam Al-Qur’an.
Isa AS dan pengikutnya
“Dan ingatlah ketika Isa putra Maryam berkata: wahai Bani Israel, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kamu, membenarkan apa yang ada pada saya (Taurat) dan menyampaikan berita gembira tentang seorang rasul yang akan datang setelah saya bernama Muhammad. Akan tetapi setelah dia (rasul itu) datang dengan bukti-bukti (kebenaran) mereka berkata: ini betul-betul sihir yang nyata”.
Pertanyaan yang kemudian timbul ketika membacakan ayat ini adalah apa hubungan antara Bani Israel, yang juga umat nabi Isa, dengan subyek surah ini?
Salah satu jawaban yang bisa diberikan adalah kebenaran wahyu Ilahiyah yang memang sejak dahulu memprediksi bahwa kedua umat ini, Muslim dan Kristiani, akan melakukan interaksi yang sangat dekat dan intens. Interaksi yang dekat ini kerap menimbulkan dua kemungkinan.
Pertama, akan terjadi keharmonisan yang kuat. Karena kedua agama ini memiliki penekanan pada kasih sayang dan spiritualitas. Sehingga Al-Quran sendiri mengakui bahwa “kamu akan dapatkan orang-orang yang paling dekat kamu adalah mereka yang menyebut diri mereka Nashora”.
Kedua, akan terjadi perbenturan (clash) yang juga berbahaya. Salah satu alasannya adalah karena kedua agama ini diyakini sebagai agama “misi”. Agama yang diyakini kewajibannya untuk diteruskan. Dalam bahasa Kristen tugas in adalah tugas missionary. Dan dalam bahasa Islam tugas ini adalah tugas da’wah.
Karena interaksi langsung kedua umat ini, dalam sejarahnya juga terjadi hubungan yang terkadang sangat dekat, tapi tidak jarang juga penuh dengan ketegangan dan konflik. Sejarah menjadi saksi sejak kerajaan Romawi di Eropa, Timur Tengah dan Afrika, hingga ke era runtuhnya kekuasaan Islam di Spanyol, bahkan hingga ke era kolonial barat di dunia Islam.
Ketegangan demi ketegangan sering terjadi dengan gelompang pasang surut. Ada masa-masa karena satu dan faktor lainnya menjadi intens, termasuk karena faktor politik. Dan ada masa-masa ketegangan itu redah karena juga faktor-faktor lainnya, termasuk ada “common ground” bersama.
Oleh karenanya dalam dunia yang penuh “perbenturan” saat ini, kedua umat yang dekat ini harus sadar bahwa mereka mewakili sekitar seperdua dari keseluruhan penduduk dunia. Alangkah damainya dunia ini juga kedua umat besar ini bisa damai.
Dalam kaitan dengan Surah As-Shaf, di tengah badai tantangan Islamophobia saat ini, umat Islam tertantang untuk membangun “relasi” yang harmoni dengan umat Kristiani. Tentu dengan kesadaran bahwa keduanya memiliki tanggung besar untuk perdamaian dunia.
Dan karenanya perlu dilakukuan intensifikasi dialog, membangun kesepahaman, bahkan kerjasama kedua umat. Dan ini hanya akan terjadi ketika masing-masing pihak mampu “go beyond” (melewati) dinding-dinding perbedaan itu. Bahwa perbedaan itu adalah alami, lumrah, dan bahkan berifat ilahi (takdir Tuhan).
Oleh karena itu biarlah pilihan yang berbeda itu menjadi tanggung jawab masing-masing. Tapi di luar dari itu mari samakan langkah, bersatu membangun dunia yang lebih baik untuk semua.
Kristen dan Muslim adalah dua umat terbesar dunia. Dan wajah dunia dapat ditentukan oleh kedua umat ini. Damai atau konfliknya dunia ini ada di tangan kedua umat besar ini. Semoga!
New York, 28 Februari 2017