TIDAK ada larangan untuk melakukan walimah atau pernikahan di bulan tertentu. Ini berbeda dengan adat sebagian masyarakat, mereka menetapkan aturan mengenai larangan menikah atau hajatan di bulan tertentu, atas inisiatif pribadi mereka.
Seperti di beberapa kota, mereka anggap bulan Muharram (suro) adalah bulan pantangan untuk melakukan hajatan.
Aturan ini mereka buat-buat sendiri. Untuk bisa dilakukan dengan tertib, mereka ciptakan suasana ancaman, bahwa siapa yang nekad melakukan hajatan akan kualat. Padahal Allah sama sekali tidak pernah mentaqdirkannya.
Walimah di bulan ramadhan dibolehkan, sebagaimana menikah di bulan ramadhan juga dibolehkan.
Adakan di Malam Hari
Inti dari walimah nikah adalah acara makan-makan untuk merayakan kegembiraan karena adanya pernikahan.
Ibnul Mandzur mengatakan,
“Walimah adalah semua makanan yang dibuat untuk pesta pernikahan atau lainnya,” (Lisanul Arab, 2/4919).
Mengingat inti dari walimah adalah acara makan-makan, maka unsur makanan tidak boleh tidak hadir. Karena itu, walimah harus digelar ketika para tamu undangan tidak sedang puasa. Dan itu dilakukan di malam hari.
Atau setidaknya dilakukan ketika waktu buka bersama. Sehingga manfaatnya ganda, disamping perayaan walimah, juga memberi berbuka orang yang berpuasa.
Dari Zaid bin Khalid al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa yang memberi hidangan berbuka bagi orang yang puasa, maka dicatat untuknya mendapat pahala seperti pahalanya. Tanpa mengurangi pahala yang berpuasa sedikitpun,” (HR. Ahmad 17033, Ibn Majah 1818 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth). Allahu a’lam. []
Sumber: Konsultasi syariah