Oleh: Sinta Yudisia
(Penulis, aktivis Forum Lingkar Pena)
ADA dua quote yang terngiang (saya nggak bilang 100% setuju ya…terngiang aja) :
Pertama, ucapan Rangga yang intinya, “apa kamu mau meneruskan karier kamu dan mengesampingkan perasaan suami kamu?”
Kedua, ucapan Hanum yang intinya, “aku ingin mengejar salah satu bintangku. 4 tahun aku mendampingimu, mengorbankan cita-citaku demi kamu. Apa nggak bisa sekali saja ganti aku yang menggejar impianku?”
Kalau anda perempuan, jadi Hanum, dan sebagai lelaki anda adalah Rangga; mana yang harus didahulukan : karier suami atau karier istri?
Hidup itu Pilihan
Life is choice.
Menikah dengan siapa, itu termasuk pilihan. Ketika menikah, sepasang lelaki dan perempuan harus siap menanggung pilihan. Mau cepat punya anak, itu pilihan. Mau nggak punya anak dulu, atau sama sekali nggak mau punya anak karena repot; itu pilihan. Selain rizqi dan takdir Tuhan Yang Maha Kuasa, tentu.
Kalau simpulnya takdir, selesai semua perkara.
Sekali lagi, di ranah ikhtiar kita diwajibkan berpikir, menimbang, menelaah dan berusaha. Ada suami istri yang melaju kariernya karena komitmen bersama dan sama-sama tak ada kendala. Ada yang salah satu harus mengalah karena memang kondisi mengharuskan demikian. Rangga (Rio Dewanto) , yang tengah mengambil studi disertasi ke Vienna, tentu harus fokus pada studinya. Dari perspektif perempuan; Hanumlah yang harus bersabar dan mengalah demi karier suami.
Saya bisa merasakan kegusaran Hanum (Acha Septriasa) dan bagaimana semangatnya mendampingi suami meniti karier. Insting perempuan , mau nggak mau memang berada dalam pengayoman dan perlindungan lelaki. Jadi secara naluriah, perempuan bahagia melihat lelaki yang kuat, bertanggung jawab, mampu melindungi dan berada di garda depan. Itulah sebabnya anak perempuan relatif bahagia punya ayah yang dapat mengayomi, adik perempuan senang punya abang lelaki yang dapat melindungi, istri bangga punya suami yang dapat memimpin.
BACA JUGA: Dianggap Hina Agama, Film The Nun Dilarang Tayang di Bioskop Lebanon
Maka perasaan perempuan terbetik bangga bila suami berada di garda terdepan dalam hidup : bagus kariernya, bagus studinya, bagus kedudukannya, bagus posisinya. Kebanggaan seorang perempuan ini terefleksi dalam pilihannya menjalani hidup : “Majulah Mas, meski aku harus mendorong dari belakang dengan segenap kemampuan. Meski aku harus mengorbankan studiku, karierku dan otakku yang cemerlang. Tapi meski berkorban, entah mengapa aku bangga dan bahagia.” Eh, ini bukan kata Hanum ya 🙂
Ada perempuan yang rela menahan dirinya untuk nggak meneruskan studinya, lantaran suaminya memilih tidak melanjutkan studi, meski otak si perempuan sangat cemerlang. Ada perempuan yang bekerja keras untuk membiayai studi suami. Pokoknya, kasus seperti Hanum yang memilih mengorbankan diri demi suami; nggak kurang-kurang terlihat di sekeliling kita.
Lelaki atau Perempuan yang Mengalah?
Sekilas di film Hanum dan Rangga; terlihat Rangga yang sangat mengalah dan memahami Hanum sementara Hanum sangat ambisius menjadi reporter GNTV.
Kisah dibuka ketika Rangga dan Hanum bersiap ke bandara; datanglah Samanta (Sam) yang menawarkan posisi internship 3 pekan bagi Hanum. Awalnya, Hanum ragu antara New York atau Vienna. Apalagi posisinya saat itu sudah bersiap masuk taksi dan sebentar lagi terbang ke Eropa. Kebesaran hati Rangga yang melihat gundah perasaan Hanum, membuat lelaki itu mengambil keputusan membatalkan perjalanan ke Vienna dan memilih tinggal sementara menunggui Hanum menyelesaikan internshipnya.
Di sinilah, keputusan suami dan istri diuji ketahanannya.
Hanum sangat sibuk mencari berita untuk GNTV. Apalagi, atasannya, Andy Cooper (Arifin Putra) sangat ambisius dan tahu cara mempersuasi serta menekan anak buahnya seperti Sam dan Hanum. Selisih paham dan curiga satu sama lain, menambah intrik. Hanum curiga pada Rangga dan Azima Hussein (Titi Kamal), seorang janda berputri 1 bernama Sarah. Apalagi Sarah sangat menyukai Rangga. Demikian pula, Rangga mencurigai Andy Cooper yang pintar, good looking dan mampu meraih perhatian penuh Hanum.
Konflik muncul ketika Andy menitik beratkan channelnya pada rating dan tayangan kontroversial Hanum menuai 10 juta viewers dalam jangka waktu 2 jam. Meski awalnya Hanum terpaksa mengikuti gaya Andy dalam membuat tayangan, ia pada akhirnya membuat pilihan berbeda. Rating bisa dibangun tanpa harus membuat tayangan termehek-mehek.
Ohya, ada satu lagi perkataan yang saya suka dari Hanum,
“Good news is still good news.”
Awalnya, bad news is good news, right?
Tapi di tangan Hanum yang membuat ide candid camera, terlihat bagaimana masyarakat Amerika tidak semuanya beranggapan Islam itu teroris. Anda pasti pernah lihat tayangan macam begini kan? Setting dibuat asli, ada kamera tersembunyi, ada stimulus kejadian yang memunculkan kejadian yang diharapkan. Ini namanya eksperimen sosial.
Seorang perempuan bercadar antri di kasir. Kasir memaki-makinya dan menyuruhnya balik kebelakang antrian, mempersilakan pengantri lain untuk maju lebih dahulu. Uniknya, justru pengunjung toko yang lain membela perempuan bercadar tersebut. Tayangan reality show yang keren kan?
Insight of Moslem menuai pujian. Ratingnya meningkat dan sebagai hadiah selain bonus yang besar; Hanum diminta live show menggelar wawancara eksklusif dengan berbagai narasumber termasuk istri seorang lelaki yang syahid di Suriah pada saat Memorial Day 9/11.
Karier Hanum yang semakin menanjak mulai menimbulkan kekesalan, kegusaran dan kemarahan Rangga. Beberapa ucapannya yang khas lelaki muncul seperti,
“Apa kamu mau mengesampingkan perasaan suami kamu?”
“Sebagai suami aku nggak memberi kamu izin!”
“Apa kamu meninggalkan tanggung jawab sebagai istri?”
Yah, wajar sih Rangga beranggapan demikian.
Dalam kondisi super sibuk, Hanum selalu menyempatkan diri membuat sarapan meski hanya mie goreng dan telur ceplok (saya nggak mau nyebutin merk yaaa. Tapi ngaku aja, para istri yang lagi super sibuk biasa masakin suaminya mie jenis ini kan?)
Istri Melawan Suami
Awalnya sih, sempat rada gimana gitu melihat Hanum gak ngefek blas diancam : “sebagai suami saya nggak ngasih izin kamu!”
Tapi ternyata, istri gelisah lho kalau diancam demikian.
Hanum kalut, pening, pusing dan sama sekali nggak bisa konsentrasi. Dan ternyata, meski kayaknya ia berjalan ngeloyor pergi sembari masang tampang menantang (Acha Septriasa emang jago mimic, yah!); Hanum ternyata berusaha menyelesaikan pekerjaannya dan mulai menimbang-nimbang.
Jadi para suami, kalau istri terlihat nyebelin, gak taat, gak nurut, nantang; janganlah langsung dicap durhaka karena pada hakekatnya mereka sedang bertarung dengan diri sendiri untuk mengalahkan egoism. Berhubung Rangga memberikan contoh bagaimana sebagai lelaki ia mengalahkan egoism dan mempercayai keputusan Hanum; pada akhirnya egoism Hanum pun luntur dan ia memilih mengikuti suami ke Vienna. Posisi puncak diberikan ke Sam, cowok gokil yang sebetulnya sangat bertanggung jawab dan pekerja keras.
Film ini sukses membuatku menangis.
Membuat putriku menangis.
Yah, kami menonton bersepuluh saat itu dan rata-rata kami mellow banget nonton film ini. Nis, anakku SMA yang duduk di sampingku sepanjang film, berkali-kali tersedu melihat romansa Hanum dan Rangga. Apalagi adegan-adegan ketika Hanum membuka voice recorder dari Rangga. Adegan ketika Rangga yang galau bertemu beberapa pasangan suami istri yang mesra di taman, di jalan, di manapun ia berada.
BACA JUGA: Hanum Rais Buka Suara soal Cyberbullying terhadap Film ‘Hanum dan Rangga’
Puncaknya, ketika Rangga bertemu pasangan kakek nenek yang mesra.
Duileee…ini bikin kantung air mataku kempes!
Pesan film ini : salah satu pihak harus rela mengalah terlebih dahulu agar pernikahan berjalan stabil. Dan yakin deh, pihak suami atau istri akan mengimbali sikap mengalah itu dengan bersikap mengalah pula dilain waktu.
Pesan lain : jangan ragu mempertontonkan kemesraan suami istri di muka umum. Siapa tahu, itu menjadi obat dan penguat bagi pasangan yang sedang galau. []
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi di luar tanggung jawab redaksi.