WASHINGTON–Pelapor khusus PBB untuk Myanmar, Yanghee Lee telah menyatakan kekhawatirannya terhadap keberadaan pangkalan militer baru di negara bagian Rakhine, Jumat (8/2/2019).
Yanghee Lee mengungkapkan dirinya diberi tahu bahwa militer Myanmar sedang membangun pangkalan baru dan warga sipil menyaksikan pasukan bergerak melalui desa-desa di Rakhine dan mendengar suara tembakan di dekatnya.
BACA JUGA: Laporan: Israel tetap Jual Senjata ke Myanmar
Kekhawatiran itu disampaikannya dalam sebuah video yang ditayangkan dalam konferensi yang diselenggarakan oleh Koalisi Rohingya Merdeka (FRC) di New York.
Lee juga menekankan bahwa situasi hak asasi manusia di Rakhine terus memburuk.
“Penganiayaan terhadap Rohingya harus dihentikan sekarang,” kata Lee yang khawatir bahwa pertempuran akan segera meletus di wilayah itu, yang saat ini menampung 162.000 orang yang terlantar secara internal.
Konferensi yang berlangsung dua hari itu menghadirkan para cendekiawan dan aktivis dari seluruh dunia untuk mengeksplorasi cara-cara meminta pertanggungjawaban Myanmar atas kejahatan kemanusiaan yang dilakukannya.
Lee menegaskan bahwa pemerintah Myanmar harus bertanggung jawab atas kampanye pembersihan etnis dan masalah pemulangan pengungsi Rohingya yang melarikan diri ke negara lain.
PBB menyebut Rohingya sebagai kaum yang paling teraniaya di dunia, yang telah menderita karena sejumlah serangan sejak kekerasan komunal meletus pada 2012.
Menurut Amnesty International, sejak 25 Agustus 2017, lebih dari 750.000 warga, sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan, mengungsi dari Myanmar ke Bangladesh, setelah tentara Myanmar melancarkan operasi militer ke kelompok minoritas Muslim Rohingya.
BACA JUGA: India deportasi Pengungsi Arakan ke Myanmar
Mereka melarikan diri dari operasi yang membunuh sanak saudara, menjarah rumah, dan membakar desa mereka.
PBB mencatat adanya pemerkosaan massal, pembunuhan – termasuk bayi dan anak-anak — pemukulan brutal dan penghilangan paksa selama operasi militer.
Dalam sebuah laporan, penyidik PBB menyatakan bahwa pelanggaran tersebut merupakan kejahatan kemanusiaan. []
SUMBER: ANADOLU