ASOSIASI Pertekstilan Indonesia (API) menyebut Indonesia menjadi negara tujuan untuk membuang pakaian bekas dari negara lain. Ketua Umum API Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengungkapkan hal ini terjadi karena negara tersebut belum memiliki teknologi yang efisien untuk recycle pakaian tersebut.
Karena itu, mereka mengirimkan sampah-sampah pakaian mereka ke negara ketiga, seperti Indonesia.
“Recycle itu tidak mudah dan murah. Kalau memang mudah, pasti di negara itu sudah recycle. Kalau murah di sana, nggak mungkin kirim ke negara ketiga. Ini yang harus dicermati,” ujar Jemmy dalam konferensi pers di Hotel Mercure, Jumat (31/3/2023).
Menurut Jemmy tak seluruhnya baju impor bekas ini layak pakai, dan sisanya akan menjadi masalah baru di dalam negeri.
“Jangan jadikan Indonesia tempat recycle dan jangan jadikan Indonesia tempat sampah,” kata Jemmy.
Jemmy mencontohkan Chile dan Ghana yang memiliki tempat pembuangan akhir sampah baju-baju bekas.
“Jangan sampai nanti baju bekas yang diimpor, mungkin hanya sisa digunakan 30% – 40% dan sisanya berakhir di Bantar Gebang,” ujarnya.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan jika impor sepatu dan tas bekas juga dilarang. Sebenarnya larangan ini sudah berlaku sejak 8 tahun yang lalu sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas dan Permendag nomor 40 Tahun 2022 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Teten menjelaskan, pakaian-pakaian bekas yang bisa masuk ke Indonesia adalah yang merupakan bawaan dari warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di luar negeri, seperti pelajar yang menempuh pendidikan di negara lain dan kemudian pulang ke tanah air. Atau untuk para warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di Indonesia.
“Pakaian bekas punya TKI atau TKA yang masuk dibawa ke Indonesia masih boleh. Untuk pakaian bekas itu nggak bisa semua,” terang Teten dalam kesempatan yang sama.
Menurut Teten banjirnya baju impor bekas ini sangat berdampak pada industri tekstil dalam negeri. Kemudian ada juga dampak negatif pada kesehatan, keselamatan, keamanan dan lingkungan karena komoditas ini dikategorikan limbah.
“Pakaian-pakaian bekas ini sama saja seperti sampah. Jadi janganlah, kita bisa pakai produk lokal masih banyak yang bagus,” ujar Teten.
Teten menambahkan pedagang pakaian bekas saat ini tak perlu khawatir kehilangan penghasilan atau mata pencahariannya mati. Sebab, pemerintah telah berkoordinasi dengan pelaku industri kecil dan menengah yang siap memasok produk lokal.
“Kalau nanti ditutup sama sekali nggak ada pakaian bekas selundupan pedagang nggak perlu khawatir karena produsen lokal siap mengganti pakaian bekas ilegal tersebut dengan produk baru lokal,” tambah Teten.
SUMBER: DETIK