Oleh: M. Nur Bintang
Status : Mahasiswa Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI, Prodi Manajemen Bisnis Syariah 2021
nurbi12602@gmail.com
RIBA ialah suatu bentuk transaksi ekonomi yang dilarang bukan disebabkan karena dzatnya, namun disebabkan oleh transaksi yang dilakukan (haram lighairihi). Dilain sisi merupakan tambahan khusus yang dimiliki salah satu dari dua pihak yang terlibat tanpa ada imbalan tertentu. Biasanya tambahan ini terdapat pada hutang yang dibayar dengan tempo waktu tertentu.
Dalam Ajaran Islam melarang praktik riba (membungakan uang).
BACA JUGA: Kenali Riba Duyun, Manfaat Tambahan terhadap Utang
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab/33: 36)
Sebagai pengingat bahwa motif para pelaku ekonomi adalah untuk mendapatkan keuntungan/profit/laba. Akan ada keuntungan/laba di dunia dan ada keuntungan/laba di akhirat setiap pergerakan dalam syariat islam.
Memulailah dengan membangun usaha melewati halang-rintang dengan memakai konsep Nabi. Jikalau sudah mempunyai rezeki mencukupi mulailah melakukan investasi karena terdapat perbedaan mendasar antara antara investasi dan membungakan uang. P
erbedaan tersebut bisa ditelaah dari definisi hingga maknanya dari masing-masing, yaitu Menurut Antonio (2001: 59)
1) Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung risiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian. Sesuai kaidah syariat al-kharraj bi adh-dhaman dimana prinsip dalam Keuntungan dan Risiko, demikian, perolehan return-nya tidak pasti dan tidak tetap.
2) Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang berisiko karena pengembaliannya dalam bentuk bunga relatif pasti dan tetap.
Investasi ini dapat dilakukan melalui kerjasama ekonomi yang dilakukan dalam semua lini kegiatan ekonomi, baik produksi, konsumsi dan distribusi.Salah satu bentuk ekonomi Islam untuk mempermudah kita mengetahui jalan terbaiknya adalah musyarakah atau mudharabah.
Akad kerjasama usaha antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudhorib) untuk melakukan kegiatan usaha, dimana :
o laba dibagi sesuai nisbah bagi hasil yang disepakati;
o dan apabila terjadi kerugian, maka akan ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika kerugian terjadi karena kelalaian pengelola dana.
BACA JUGA: Apa Itu Riba Qardh, dan Mengapa Ulama Melarangnya?
Melalui transaksi musyarakah dan mudharabah ini, kedua belah pihak yang bekerjasama tidak akan mendapatkan bunga, tetapi mendapatkan bagi hasil atau profit dan loss sharing dari bermitra secara ekonomi yang disepakati bersama.
Profit-loss sharing ini dianggap sebagai sistem kerjasama yang lebih mengedepankan keadilan dalam bisnis Islam Freedom to act (Kebebasan bertindak atau berusaha) memastikan bahwa tidak terjadi distorsi dalam pasar dan menjamin tidak dilanggarnya syariah, sehingga dapat dijadikan sebagai solusi alternatif pengganti sistem bunga. []