KALAU bertanya pada diri, “Maukah kau melakukan zina?”
Setiap orang berakal pasti menjawab, “TIDAK!”
Dan kita pun berlindung kepada Allah agar dijauhkan dari dosa besar itu.
Kalau pun ada orang yang gemar melakukan zina, kemudian ditanya, “Maukah kau berzina dengan ibumu?”
Jawabannya pasti, “TIDAK!”
Dan kita pun sepakat, bahwa di antara semua level dosa berzina,
Maka dosa berzina dengan ibu, menduduki kasta dosa paling tinggî.
Lalu, tahukah kita bahwa dosa paling ringan dari riba adalah sepèrti berzina dengan ibu?
itulah dosa yang ditanggung oleh orang yang keterlibatannya dalam sebuah transaksi ribawi paling minimal.
Tapî, kok masih terlibat riba?
Karena riba, dosa besar yang dianggap wajar.
Ada orang yang pernah terjerumus kedalam zina, meskipun ‘cuma’ sekali, ia menyesal bukan main.
Menganggap dirinya kotor dan hina.
Memohon ampun sembari menangis.
Bertekad untuk tidak mengulanginya lagi.
Ingat, ‘cuma’ sekali lho!
Penyesalannya sedemikian hebat.
Tapi, ketika melakukan dosa riba.
Bukan ‘cuma’ sekali, tapî berkali-kali.
Bahkan bertahun-tahun.
Tidak jaràng, satu riba belum selesai, membuka lubang riba yang baru.
Atau menutup satu lubang riba dengan riba yang lebih bèsar.
Kok, tidak merasa berdosa?
Setelah terlepas dari riba, tidak tampak penyesalan layaknya seseorang yang telah melakukan sebuah dosa besar.
Karena riba, dosa besar yang diañggap wajar. []