RIBA duyun termasuk salah satu jenis riba yang diharamkan dalam Islam. Riba duyun yaitu manfaat tambahan terhadap utang. Riba ini terjadi dalam transaksi utang-piutang (qardh) atau pun dalam transaksi tak tunai selain qardh, semisal transaksi jual-beli kredit (bai’ muajjal).
Perbedaan antara utang yang muncul karena qardh dengan utang karena jual-beli adalah asal akadnya.
Utang qardh muncul karena semata-mata akad utang-piutang, yaitu meminjam harta orang lain untuk dihabiskan lalu diganti pada waktu lain.
Sedangkan utang dalam jual-beli muncul karena harga yang belum diserahkan pada saat transaksi, baik sebagian atau keseluruhan.
BACA JUGA: Pinjam Motor Harus Kembali Full Tank, Jadi Riba?
Salah Satu Contoh Riba Duyun
Salah satu contoh riba yang harus dihindari adalah riba dalam mendapatkan manfaat dari barang-barang yang dipinjam. Misalnya jika kita memakai motor untuk ngojek dari hasil menggadai.
Seharusnya motor ini tidak digunakan. Jika motor ini dipakai maka ini jatuhnya adalah riba karena mendapatkan manfaat dari motor yang dipinjam.
Contoh riba dalam utang-piutang (riba qardh), misalnya, jika si A berutang sebesar Rp1 juta kepada si B dengan tempo 3 bulan.
Nah, sejak awal keduanya telah menyepakati atau si A ngomong akan mengembalikan utangnya ditambah Rp300 ribu. Maka tambahan Rp300 ribu tersebut merupakan riba yang diharamkan.
Riba Duyun, Diharamkan Secara Mutlak
Perlu diketahui bahwa dalam konteks utang, riba atau tambahan diharamkan secara mutlak pada uang atau barang-barang ribawi seperti makanan pokok.
Misalnya jika si A berutang dua liter beras kepada si B, kemudian disyaratkan adanya penambahan satu liter dalam pengembaliannya, maka tambahan tersebut adalah riba yang diharamkan.
BACA JUGA: Perhatikan! Ini kenapa Riba Diharamkan
Demikian pula jika si A memberikan utang kepada si B, jika disyaratkan adanya tambahan atau si B memberikan manfaat ke si A, maka tambahan tersebut merupakan riba yang diharamkan.
Riba Duyun, Jika Pinjaman Bersyarat
Intinya jika jika memberikan pinjaman namun mengajukan syarat, maka itu termasuk riba.
Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya menyatakan, “Kaum muslimin telah bersepakat berdasarkan riwayat yang mereka nukil dari Nabi mereka (saw) bahwa disyaratkannya tambahan dalam utang-piutang adalah riba, meski hanya berupa segenggam makanan ternak.” []