BAGAIMANA agar kita bisa ridho terhadap ketentuan atau qadha Allah?
Ridho adalah tingkat tertinggi dalam menghadapi ujian. Tingkatannya diatas sabar.
Perbedaanya menurut Ibnu Rajab adalah sesugguhnya sabar adalah menjauhkan, menjaga dan menahan diri dari merasa marah, murka (terhadap takdir –pen) namun masih ada perasaan pahit, sakit (di hati -pen) serta masih berharap sesuatu yang tidak mengenakkan di hati itu hilang. Sabar juga mencakup menahan anggota badan dari perbuatan yang menunjukkan adanya perasaan keluh kesah.
Sedangkan ridho adalah lapangnya dada atas takdir, tidak berharap hilangnya kepedihan dari takdir Allah tersebut walaupun masih merasakan pahitnya. Namun keridhoannya mampu meringankan perasaan tersebut disebabkan dia telah mampu mengendalikan hatinya dengan ruh keyakinan dan dalamnya ilmunya (terhadap takdir -pen). Jika ridho semakin kuat maka rasa pahit di hati itu akan hilang hilang semuanya.” (Jami’ Al Ulum wal Hikam)
BACA JUGA: Beriman Kepada Takdir Qadha dan Qadar
Jadi, ridho itu sabar plus hati yang lapang, sama saja baginya kepedihan yang Allah takdirkan padanya hilang atau tidak. Sementara sabar masih berharap bahwa ujian atau musibah akan berlalu darinya.
Ridho terhadap Qadha Allah: Tingkat Manusia dalam Mengahadapi Cobaan
1. Marah dan tidak terima (Tingkat paling rendah)
2. Bersabar: Menerima dan menahan diri (Tingkat menengah)
3. Bersyukur: Menerima dengan senang hati (ridho terhadap qadha Allah) karena semua dianggap nikmat. (Tingkat tertinggi)
Makna syukur dalam menghadapi musibah adalah Ridho terhadap qadha Allah.
Ridho terhadap Qadha Allah
Musibah adalah penghapus dosa secara mutlak. Bahkan walaupun orang yang mendapat musibah tersebut tidak meniatkan mencari pahala dari musibahnya, selama ia bersabar dan tidak marah kepada takdir.
Jika ia meniatkan mencari pahala dari musibahnya maka selain mendapatkan penghapusan dosa, ia juga mendapatkan pahala.
BACA JUGA: Takdir Menurut 4 Imam Mazhab
Tingkatan yang paling tinggi dalam hal ini adalah ridha. Sebagian orang ketika mendapat musibah ia ridha (senang). la merasakan musibah sebagai nikmat dan ia bersyukur kepada Allah atasnya.
Adapun orang yang tidak bersabar ketika mendapat musibah, dan ia tidak bisa menahan hatinya untuk marah kepada takdir. dan tidak bisa menahan lisannya untuk mengeluh. maka tidak ada pahala baginya. Begitu menurut Syaikh Abdul Aziz Ar Rajihi.
Wallahu a’lam bi showab. []