WAFATNYA Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, menimbulkan perasaan kehilangan yang sangat dalam di hati `Umar bin Al-Khaththab.
Suatu hari, karena menahan kerinduan yang luar biasa kepada Rasulullah, Umar tak kuat lagi menahan tangisnya karena kerinduannya tersebut.
Seperti diketahui bahwa Umar merupakan tokoh yang terkenal pemberani yang ikut terlibat dalam berbagai pertempuran dan peperangan yang terjadi pada masa Rasulullah.
BACA JUGA: Permintaan Terakhir Abu Amir kepada Rasulullah
Umar pun merintih lama, “Demi ibu-bapakku, wahai Rasul! Sungguh, ada suatu pangkal pohon kurma yang sering engkau jadikan sebagai tempat berpidato di hadapan manusia. Ketika manusia semakin bertambah banyak, engkau pun mengambil mimbar untuk menyampaikan pesan-pesanmu. Karenanya, betapa sedih pangkal pohon kurma itu berpisah denganmu. Kemudian, kala engkau letakkan tanganmu di atasnya, barulah ia tenang. Umatmu lebih merindukanmu, wahai Rasul, karena engkau berpisah dengan mereka.
Demi ibu-bapakku, wahai Rasul! Sungguh, keutamaanmu telah sampai kepada sisi Allah. Sehingga Dia menjadikan ketaatan kepadamu sama dengan ketaatan kepada-Nya.
Demi ibu-bapakku, wahai Rasul! Sungguh, keutamaanmu telah sampai kepada sisi-Nya. Sehingga Dia memberi-tahukan kepadamu bahwa engkau telah dimaafkan oleh-Nya sebelum Dia memberitahukan kepadamu tentang dosamu.
Demi ibu-bapakku, wahai Rasul! Sungguh, keutamaanmu telah sampai kepada sisi-Nya. Sehingga Dia mengutusmu sebagai penghabisan para nabi.
Demi ibu-bapakku, wahai Rasul! Sungguh, keutamaanmu telah sampai kepada sisi-Nya. Sehingga para penghuni neraka ingin mematuhimu, sementara mereka sedang disiksa di antara lapisan-lapisan neraka.
BACA JUGA: Rasulullah dan Sahabat Berdakwah serta Mencari Nafkah
Demi ibu-bapakku, wahai Rasul! Sungguh, andaikan memang Musa putra Imran telah dikaruniai batu oleh Allah, sehingga air pun memancar darinya laksana sungai, tetapi apakah hal itu lebih menakjubkan dari jemarimu yang bisa memancarkan air? Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadamu!
Demi ibu-bapakku, wahai Rasul! Sungguh, andaikan memang Sulaiman putra Daud telah dikaruniai angin oleh Allah dengan kecepatan, baik pagi maupun sore, sejauh perjalanan sebulan, tetapi apakah hal itu lebih menakjubkan daripada Buraq yang menjadi tungganganmu di dalam perjalananmu pada malam hari menuju langit ketujuh, kemudian engkau melakukan shalat subuh pada malam itu pula di Abthah? Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada-mu!
Demi ibu-bapakku, wahai Rasul! Sungguh, andaikan memang Isa putra Maryam telah dikaruniai oleh Allah kemampuan untuk dapat menghidupkan kembali orang mati, tetapi apakah hal itu lebih menakjubkan daripada kambing yang diracuni ketika ia berbicara denganmu, padahal kam-bing itu sudah digoreng, lewat pahanya, (Janganlah engkau memakanku, karena aku beracun).
BACA JUGA: Rasulullah Benar tentang Sebuah Ayat di Kitab Taurat
Demi ibu-bapakku, wahai Rasul! Sungguh, Nuh telah mendoakan terhadap kaumnya dengan mengatakan, Ya Tuhanku! Janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di bumi! (QS. Nuh : 26). Andaikan engkau mendoakan kami seperti itu, niscaya kami semua akan binasa! Namun, meski punggungmu telah bungkuk, wajahmu telah berdarah-darah, sendi-sendimu telah hancur, engkau tetap enggan mengatakan selain kebajikan dengan doamu, `Ya Allah Tuhanku! Ampunilah kaumku. Sungguh, mereka tidak mengetahui.
Demi ibu-bapakku, wahai Rasul! Dengan usiamu yang sedikit dan pendek, engkau telah diikuti oleh manusia (dalam jumlah yang melebihi jumlah manusia) yang mengikuti Nuh dengan usianya yang banyak dan panjang. Sungguh, telah beriman kepadamu anak manusia dalam jumlah yang banyak, sementara tidak beriman kepada Nuh selain hanya sejumlah kecil anak manusia. []
Sumber: Pesan Indah dari Makkah dan Madinah/ Penulis: Ahmad Rofi’ Usmani/ Penerbit: Mizan/ 2008